free page hit counter
Home » Gus Dur : Negara Islam Tidak Wajib

Gus Dur : Negara Islam Tidak Wajib

Gus Dur : Negara Islam Tidak Wajib

Dalam pidatonya, K.H. Abdurrahman Wahid yang akrab disapa Gus Dur menegaskan bahwa konsep negara islam dalam syariat Islam itu tidak wajib. Menurut Gus Dur yang menjadi kewajiban yakni berdirinya sebuah negara/pemerintahan. Ya, negara atau pemerintahan yang berdaulat saja, tanpa menempel unsur keagamaan.

Namun Gus Dur juga menggarisbawahi bahwa negara yang memang mampu dan kondisinya memungkinakan, maka bisa menggunakan konsep negara islam. Bagaimana dengan Indonesia? Menurut Gus Dur, dengan beragamnya masyarakat Indonesia yang terdiri dari berbagai suku dan agama di Indonesia, maka penerapan negara islam tidak wajib.

Dalam pidato itupun Gus Dur juga berpesan agar tidak perlu takut jika ada serangan terkait mengapa Indonesia tidak menggunakan konsep negara islam.
“Jawab saja, lha wong tidak wajib menurut syariat” ujar Gus Dur dengan santai.

Gus Dur pun berpendapat bahwa sebenarnya para ulama dan kyai di masa lalu banyak yang menginginkan berdirinya Negara Islam. Hal ini didasarkan pada jumlah umat islam yang sangat besar serta menjadi mayoritas penduduk di Indonesia. Kecondongan keinginan sebagian ulama dan kyai ini bisa kita lihat dalam Piagam Jakarta. Sebelum akhirnya direvisi untuk mengakomodasi keinginan masyarakat timur Indonesia. 

Gus Dur pun mengutip pernyataan Soekarno terkait alasan berdirinya negara Indonesia. Kutipan Soekarno ini sendiri terinspirasi dari pernyataan Filsuf Perancis, Ernest Renan tentang alasan berdirinya suatu negara. Menurut Soekarno, Indonesia berdiri karena kebhinekaan atau keberagamannya.

Hal ini Gus Dur sampaikan dalam pidato dalam peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW, pada 12 Mei 2003. Pidato yang dilakukan di Pondok Pesantren Watu Bodo, Ujungpangkah, Kabupaten Gresik, Jawa Timur. 

Tetap Jihad Meski Terjajah

Masih dalam pidato yang sama, Gus Dur juga menceritakan bagaimana hukumnya bagi muslim yang terjajah ketika diserang oleh negara dari luar. Negara dari luar yang dimaksud tentu bukan yang menjajah saat itu. Tapi datang ke negara itu juga dengan niat menjajah. Contoh mudahnya yakni saat Jepang datang untuk menjajah Indonesia yang dulu masih dibawah jajahan negara Belanda.

Lalu apa hukumnya bagi muslim dengan kondisi ini? Dalam salah satu Bahtsul Masail Nahdlatul Ulama (NU) diputuskan bahwa muslim wajib hukumnya dalam mempertahankan negara, walau terjajah. Itu saja bagi negara yang sudah terjajah, apalagi yang sudah merdeka seperti Indonesia saat ini? Jelas hukumnya wajib bagi umat muslim untuk mempertahankan negaranya saat diserang.

Lantas bagaimana kondisi negara diserang? Menurut penulis, serangan ke suatu negara tidak melulu sesuatu yang nampak. Atau gampangnya yang bersifat militeristik seperti invasi, agresi atau penjajahan. 

Bisa saja serangan itu berupa masuknya pemikiran atau budaya yang bersifat merusak negara atau masyarakat yang didalamnya. Baik itu dilakukan secara terang-terangan, atau sembunyi-sembunyi. Melalui temu langsung atau melalui media sosial. 

Lantas apa yang bisa kita lakukan? Apalagi di tengah pandemi seperti ini yang mana kita tidak bisa melakukan banyak gerakan atau aksi nyata?

Kontribusi kita dalam membela negara tentu harus disesuaikan dengan kondisi kita saat ini. Misalnya, kondisi kita di tengah pandemi ini salah satunya adalah banyaknya narasi hoaks, misinformasi, hingga konspirasi.

Melihat kondisi diatas misalnya kita bisa bersikap minimal tidak terlalu ikut-ikutan. Tidak ikut menyebarkan, apalagi jika itu bukan dari media kredibel. Mulai membangkitkan semangat satu sama lain sesama warga juga bisa jadi cara kita mempertahankan negara ini. Sederhana bukan?

Leave a Reply

Your email address will not be published.