free page hit counter
Home » Perlunya Meneladani Sisi Humanisme Gus Dur dan Riyanto

Perlunya Meneladani Sisi Humanisme Gus Dur dan Riyanto

Perlunya Meneladani Sisi Humanisme Gus Dur dan Riyanto

Desember menjadi bulan yang kaya akan renungan. Di Indonesia sendiri, ada dua sosok yang dikenal berjiwa kemanusiaan tinggi yang berpulang pada bulan ini, yakni Gus Dur dan Riyanto. Keduanya mendedikasikan diri untuk kerja kemanusiaan yang tidak semua orang bisa dan berani melakukannya. Hanya orang-orang tertentu yang bisa sampai pada tingkatan mereka.

Pertama, adalah Riyanto. Seorang anggota Banser di Mojokerto yang hidup dalam kondisi keluarga yang sederhana, anak sulung dari tujuh bersaudara.

Sore itu, tanggal 24 Desember, Riyanto pamit kepada Ibundanya, untuk pergi melaksanakan tugas kemanusiaan, mengamankan kegiatan misa Natal. Tak ada firasat apapun yang dirasakan keluarga. Riyanto tidak sendirian, ia berangkat bersama kawan-kawan lain yang juga anggota Banser Mojokerto. Salah satunya ialah Amir Sagianto, laki-laki yang berpartner dengan Riyanto dalam mengamankan lalu-lintas di sekitar Gereja Eben Haezer. Amir tak menyangka bahwa sahabatnya ini akan meninggal dalam keadaan yang sangat memilukan.

Riyanto, seorang Muslim yang memberanikan diri memeluk bom yang ditemukannya pada saat malam Natal di Gereja Eben Haezer, Mojokerto, 20 tahun yang lalu. Hal itu nekat ia lakukan demi menyelamatkan ratusan jemaat Gereja yang sedang beribadah. Entah apa yang terlintas di benak Riyanto. Aksi heroiknya tersebut mendapat sorotan dari berbagai kalangan, pro-kontra pun terjadi. Pihak NU sendiri yakin bahwa Riyanto meninggal dalam kondisi syahid karena telah mengorbankan diri demi misi kemanusiaan. Jika bukan dia yang jadi korban, tentu ratusan jemaat yang sedang beribadahlah korbannya.

Seperti dikatakan Amir dalam liputan Jawapos 2018 lalu, ia mengisahkan tentang kenangan terakhir bersama Riyanto. Tepat beberapa jam sebelum kejadian naas menimpa. Amir, Riyanto, berserta tiga kawan lainnya sedang duduk bersama untuk berbuka puasa. Tak biasanya, Riyanto menanyakan sesuatu yang amat mengherankan bagi Amir dan juga kawan-kawannya.

Riyanto bertanya, “Bagaimana hukumnya seorang Muslim yang mengamankan ritual ibadah umat agama lain, kemudian ia meninggal?”, Lalu dengan gamblang, Bowo menjawab, “Ia mati dalam keadaan Syahid. Karena ia telah menjaga tanah air dan sesama manusia. Ia menjadi rahmat bagi sesama.” Riyanto pun merenung sebentar.

Malam itu, sekitar pukul 20:00 WIB, Kejadian yang tak pernah diminta, tak pernah ia pikirkan, akhirnya terjadi menimpanya begitu saja. Bom meledak tepat dipelukan Riyanto. Atas kejadian ini, nama Riyanto kemudian dikenang sebagai nama jalan di Mojokerto, menggantikan nama jalan yang dulunya dikenal dengan nama Jalan Prajurit Kulon. Lokasi dimana kejadian tragis tersebut terjadi.

Riyanto adalah pejuang kemanusiaan yang gigih dan tulus. Sosok yang harusnya kita teladani, selalu teguh dalam prinsip membela kemanusiaan. Ia adalah bentuk toleransi yang sesungguhnya, kemanusiaan yang seutuhnya.

Di lain sisi, ada tokoh besar yang terkenal memiliki kecintaan terhadap humor. Dengan kalimat khasnya, “Gitu aja kok repot,” sosok satu ini benar-benar membuat Indonesia kerepotan sepeninggalnya. Siapa lagi kalau bukan Gus Dur.

Pria bernama lengkap Abdurrahman Wahid ini, telah memberikan teladan yang luar biasa kepada bangsa Indonesia. Tentang kemanusiaan, patriotisme, keadilan, toleransi, dan lain sebagainya. Ia menjadi ikon Bapak Toleransi yang berpengaruh besar terhadap kehidupan berbangsa dan bernegara. Hingga saat ini, puluhan juta orang, baik di kalangan Nahdliyyin maupun non-Nahdliyyin, mengagumi, mempelajari, serta berkomitmen untuk meneruskan garis perjuangan yang telah diwariskan oleh Gus Dur.

****

Riyanto dan Gus Dur merupakan figur pejuang kemanusiaan yang telah memberikan banyak pelajaran berharga bagi kita semua. Keduanya sama-sama Muslim, yang memiliki karakter welas asih luar biasa. Kita tidak pernah membayangkan bagaimana jika saat itu tidak ada Riyanto, mungkin saja bom ransel itu berhasil membunuh ratusan nyawa, mengusik ketenteraman dalam berbangsa, serta tentu saja berhasil mencederai naluri kemanusiaan kita.

Sedangkan Gus Dur, sosok panutan yang selalu gigih menyuarakan pesan-pesan damai, keadilan, dan toleransi. Meskipun berpolitik, Gus Dur tetap mengedepankan sisi humanisme. Hal tersebut dicerminkan pada saat talkshow di Kick Andy, pasca pelengserannya. Gus Dur mengatakan bahwa tidak ada satupun di Indonesia ini yang pantas menjadi musuh beliau. Memang benar, Gus Dur secara pribadi tidak pernah menyerukan permusuhan terhadap siapapun, bahkan terhadap orang-orang yang gemar mencaci-maki dan berniat busuk terhadapnya. Kata Gus Dur, Politik jangan jauh-jauh dari kemanusiaan. Kemanusiaan ada di atas agama, atau Humanity above religion.

Bulan Desember ini, adalah peringatan haul keduanya. Riyanto dan Gus Dur, dua sosok yang berdedikasi untuk sesama manusia. Doa terbaik menyertai keduanya.

Leave a Reply

Your email address will not be published.