free page hit counter
Home » Isra dan Mikraj: Momentum Pembersihan Hati, Mencegah Kemungkaran

Isra dan Mikraj: Momentum Pembersihan Hati, Mencegah Kemungkaran

Isra dan Mikraj: Momentum Pembersihan Hati, Mencegah Kemungkaran

Isra dan Mikraj, sebuah peristiwa besar bagi Nabi Agung Muhammad SAW serta umat islam secara umum. Sebuah peristiwa yang melahirkan berbagai keputusan besar bagi umat islam. Diantaranya, perintah sholat lima waktu dari Allah SWT untuk seluruh umat islam. Berbagai perintah dan kisah lain yang dibawa oleh junjungan besar umat islam ini setelah bertemu dengan Allah SWT.

Dari banyaknya kisah dibalik peristiwa agung ini, ada satu kisah besar yang banyak diceritakan dari banyak hadits. Saat peristiwa Isra dan Mikraj’ ini, Nabi Muhammad dalam suasana hati yang kalut, sedih, dan berduka. Dakwah yang dilakukan Rasullah di Mekkah di tahun yang sama mendapat tantangan dari kaum Quraisy. Selain itu, di tahun yang sama kedua orang yang Beliau sayangi, yakni Abu Thalib dan Siti Khadijah tutup usia.

Dalam suasana hati tersebut, Rasullah dibawa ke langit untuk bertemu Allah SWT. Dan dalam perjalanannya, Malaikat Jibril yang menjadi biro perjalanan agung ini ‘membersihkan’ hati Rasullah. Barangkali pembersihan hati ini bukan karena hati Rasullah yang ‘kotor’, namun bisa jadi Allah hendak menghilangkan kesedihan yang beliau alami.

Mari kita kembali ke awal judul, bagaimana menghadirkan Isra’ Mikraj sebagai momentum pembersihan hati guna mencegah kemungkaran? Kita pun pasti mengalami kesedihan dan kekalutan seperti Rasullah SAW. Belum lagi masih melekatnya dalam hati kecil kita  kebencian, prasangka dan dugaan buruk baik pada pribadi, orang lain, bahkan kepada Tuhan. Apakah kita perlu menghadirkan Malaikat Jibril untuk membersihkan hati kita?

Hati yang ‘kotor’, kadang menyebabkan suatu laku kecil memiliki dampak yang berpengaruh besar bahkan mempengaruhi dunia. Masih ingat kejadian seorang guru di Perancis, Samuel Paty yang dipenggal kepalanya oleh seseorang karena diduga menghina Nabi Muhammad dalam sebuah kelas? Ternyata, siswi yang bersaksi berbohong. Ya berbohong, demi melindungi dirinya sendiri dari kesalahan personalnya. Sebuah kebohongan yang membuat dunia semakin marah.

Kembali lagi ke pertanyaan sebelumnya, lantas bagaimana cara kita membersihkan hati yang kotor ini? Tentunya kita tidak Se-Agung Nabi Muhammad SAW, yang protokol pembersihan hatinya melalui dan momentum yang Agung. Kita bisa berserah diri pada Allah untuk membantu membersihkan hati kita. Melalui doa dan mengurangi kelakuan yang buruk, saya yakin ‘kotoran’ yang menempel pada hati kita perlahan akan luntur. Kelakuan kecil seperti meneruskan hoaks, berkomentar dengan nada kebencian, mari kita ubah menjadi kebalikannya. Sikap tabayyun terhadap informasi, dan berusaha agar tak terpancing arus komentar kebencian bisa menjadi langkah kecil kita, menuju pembersihan hati di momen yang agung ini.

Leave a Reply

Your email address will not be published.