free page hit counter
Home » Catatan Dusta Aktivis Hizbut Tahrir Terhadap Negara Indonesia

Catatan Dusta Aktivis Hizbut Tahrir Terhadap Negara Indonesia

Catatan Dusta Aktivis Hizbut Tahrir Terhadap Negara Indonesia

Review Buku

Judul: Mengenal HTI Melalui Rasa dan Hati

Penulis: Ayik Heriansyah

Penerbit: Pustaka Harakatuna

ISBN: 978-623-93356-4-9

 

Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) merupakan organisasi berhaluan politik yang berambisi mendirikan Khilafah Islamiyah di bawah naungan Hizbut Tahrir Internasional. Sejak pertama kehadirannya di Indonesia, HT telah banyak melakukan penipuan dan pengkhianatan, baik terhadap agama Islam, maupun terhadap negara Indonesia.

Hal tersebut dibenarkan oleh Ustadz Ayik Heriansyah, mantan Koordinator Hizbut Tahrir Indonesia cabang Bangka Belitung, dalam buku terbarunya berjudul “Mengenal HTI Melalui Rasa dan Hati”. Ayik, sapa akrabnya, selama 7 tahun menjadi penanggung jawab HTI di Bangka Belitung. Sejarah kelam telah ia lalui bersama organisasi yang pada 2017 lalu badan hukumnya dicabut secara resmi melalui gugatan di PTUN, lantaran dianggap sebagai organisasi penghianat dan tidak sesuai haluan ideologi Pancasila. Ayik memutuskan keluar dan memerangi ideologi yang diusung HTI jauh sebelum gugatan itu sampai di PTUN, ia menilai bahwa gerakan tersebut membahayakan negeri yang amat ia cintai.

Dalang dibalik pembubaran HTI tak lain ialah ormas Islam Nahdlatul Ulama (NU) yang sejak awal gencar memproklamirkan kewaspadaan terhadap ideologi yang diusung ormas HTI, karena terbukti hendak berbuat makar dan membahayakan kesatuan serta persatuan bangsa Indonesia. Realitas ini dibuktikan dengan keberadaan Hizbut Tahrir yang ditolak bahkan dibubarkan di berbagai negara Islam, tak terkecuali di Mesir, Malaysia, Lebanon, Turki, dan Suriah, lantaran berbagai alasan. Diantara alasan tersebut ialah keterlibatan mereka dalam percobaan kudeta hingga jaringan terorisme internasional.

Kecacatan-kecacatan Hizby/HTI, makin kemari makin terlihat jelas. Diantara kecacatan itu, ialah sikap para aktivisnya seperti Felix Siauw, Ismail Yusanto, Nasrudin Joha, dan yang lainnya, yang cenderung anti kritik, subversif, playing victim, hingga menjadi “tukang kayu bakar” alias pembawa fitnah. Aktivis HTI, menurut Ayik, rata-rata adalah orang-orang berpendidikan. Namun ketika sudah bergabung dengan HTI, argumentasi mereka tidak ilmiah dan hanya berdasarkan opini atau asumsi internal HTI saja. Mereka tak lagi menggunakan intelektualitas dalam berpikir.

Baru-baru ini misalnya, HTI melakukan pembajakan sejarah dengan membuat sebuah film kontroversial, “Jejak Khilafah di Nusantara,” yang menurut banyak pakar sejarah, sama sekali tidak relevan dan bersifat fiktif. Sayangnya, banyak kaula muda yang percaya terhadapnya. Hal tersebut tentu tak jauh-jauh dari bumbu “Agama” yang kerap digaungkan oleh mereka. Para intelektual dan akademisi di internal HTI melakukan pembenaran terhadap kisah sejarah fiktif yang dilakukan oleh HTI. Mereka bahkan tak segan-segan menyerang orang-orang yang berusaha meluruskan sejarah yang diselewengkan oleh HTI tersebut.

Hizbut Tahrir Anti Kritik

Dalam antalogi esai terbarunya ini, Ayik mengungkap sikap aktivis Hizbut Tahrir yang anti kritik. Syaikh Mahmud bin Abdul Latif Uwaydah (Abu Iyas) yang merupakan ahli ushul fiqh dan ilmu hadits, yang sekaligus merupakan anggota dan murid langsung Taqiyuddin an-Nabhani, pendiri HT, dikeluarkan dari organisasi tersebut hanya karena Abu Iyas mengkritik internal HT. Dalam suratnya, Abu Iyas mengkritik Amir HT yang telah menyimpang dari thariqah dakwah HT dengan mendukung jihad salah satu fraksi Suriah pada 2012 lalu. Hal ini menurutnya, bertentangan dengan metode dakwah, pemikiran, dan politik tanpa kekerasan yang diadopsi oleh Hizbut Tahrir.

Abu Iyas juga mengkritisi pola pembinaan anggota dan terlalu dominannya indoktrinasi terhadap mereka. Sehingga, pemikiran para anggotanya terkunci oleh pemikiran internal HT tanpa mau mengimbangi dengan pemikiran lain di luar organisasi mereka.

Sikap tersebut rupanya juga diadopsi di Indonesia. Para aktivis HTI cenderung diktator dan anti kritik. Mereka tak segan-segan meneriakkan laknat dan fitnah terhadap orang-orang yang mengkritik gerakan, ideologi, ataupun pemikiran HTI yang teramat cacat. Bahkan sekaliber Habib Luthfi bin Yahya, pernah difitnahnya dengan tuduhan yang semena-mena. Tentu saja bagi umat Islam, ini bak virus yang sangat berbahaya. Maka, dalam buku ini, Ustadz Ayik berusaha melawan narasi dan propaganda Hizbut Tahrir Indonesia yang telah banyak meracuni pola pikir generasi bangsa.

Selain anti kritik, HTI juga telah berdusta dan berkhianat terhadap agama dan negara. Hal ini, tulis Ayik, dibuktikan dengan aktivis HTI yang memilih bergabung menjadi ASN. Amir HT menghalalkan pengikutnya menjadi ASN karena melihat satu aspek saja yakni pekerjaan, meskipun secara ideologisnya, mereka menolak untuk mengakui Pancasila sebagai dasar negara dan mengakui NKRI sebagai negara yang sah.

Sejak dari pendaftaran CPNS saja, anggota HTI tidak memenuhi syarat. Sebab HTI adalah partai politik, meski gidak terdaftar di Kementerian Dalam Negeri. Semua gerakan HTI merupakan kegiatan politik praktis untuk merebut kekuasaan dan mengambil alih peran-peran strategis negara. Sedangkan kita tahu, salah satu syarat pendaftaran CPNS tak lain adalah tidak menjadi anggota atau pengurus partai politik maupun terlibat dalam politik praktis. Hal tersebut secara jelas tertulis dalam Pasal 23 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No 11 Th 2027 tentang Manajemen PNS.

Kemudian, sebelum pengangkatan ASN, mereka wajib membaca sumpah jabatan, yang salah satu isinya adalah sumpah akan setia dan taat sepenuhnya kepada UUD 1945, NKRI, dan Pemerintah. Hal tersebut amat bertentangan dengan Qassam (sumpah) HT, yang tak lain isinya sumpah setia terhadap gerakan, ideologi, serta pemikiran yang diusung Hizby. Sehingga, melihat alasan tersebut, seorang anggota HT jelas gugur dalam menjadi ASN, dan bahkan gugur pula menjadi pengikut Hizby.

*****
Melakukan kontra narasi terhadap HTI, sejatinya bukanlah suatu perkara yang mudah. Butuh wawasan yang luas, mendasar, hingga keberanian jikalau sewaktu-waktu diserang oleh aktivis maupun akun-akun buzzer binaan mereka. Selain itu, seringkali HTI juga menggunakan pendekatan doktrin yang cenderung bersifat anti kritik, sebagaimana disebutkan pada pembahasan awal. HTI menganggap setiap individu atau kelompok yang mengkritisi mereka, sebagai musuh Islam, musuh Syariat atau bahkan juga musuh Allah SWT. Parahnya, hal tersebut dilakukan juga oleh para simpatisan HTI yang mana sebagian besar ialah kaula muda dari kalangan berpendidikan.

Ustadz Ayik telah melakukan berbagai upaya kontra narasi selama beberapa tahun belakangan untuk melawan indoktrinasi dan radikalisasi generasi bangsa oleh kelompok Hizby. Sebab jika tidak dilawan, pergulatan pemikiran dan ideologi mereka akan makin dalam, makin parah dan makin menginfeksi lebih banyak elemen bangsa. Lama kelamaan, kekuatan dan komitmen anak bangsa terhadap 4 pilar penopang berbangsa dan bernegara di Indonesia akan luntur seketika. Jika sudah demikian, maka Indonesia akan sangat mudah dibuat luluh lantak seperti halnya di Suriah dan Irak. Generasi muda musti banyak memperluas wawasan untuk membangun komitmen bersama dalam strategi perlawanan terhadap kelompok-kelompok HTI dan serupa lainnya.

Buku ini secara keseluruhan membahas beberapa tema yang viral dalam beberapa tahun ini, dengan menggunakan pendekatan diksi dan bahasa yang mudah dipahami, utamanya oleh kaula muda. Sehingga, buku ini sangat menarik untuk menjadi salah satu bahan referensi dan refleksi kajian keislaman terkait pergerakan serta pemikiran Hizbut Tahrir. Buku ini sangat direkomendasikan untuk dimiliki para kaum muda, sebagai ‘buku saku’ yang secara merinci melakukan kontra narasi terhadap Hizbut Tahrir Indonesia (HTI). Akhirul Kalam, salam damai dan selamat membaca!

Leave a Reply

Your email address will not be published.