free page hit counter
Home » Cadar dan Problematikanya

Cadar dan Problematikanya

Cadar dan Problematikanya

Beragama memang sangat utama, namun berbeda jika secara radikal. Membahas tentang radikalisme memang  tak ada habisnya. Sebelum kita membahas soal radikal, kita bahas apa itu pengertian radikal. Menurut bahasa adalah secara mendasar (sampai kepada hal yang prinsip), amat keras menuntut perubahan (undang-undang, pemerintahan), maju dalam berpikir atau bertindak. Kemudian isme adalah sistem kepercayaan berdasarkan politik, sosial, atau ekonomi. Namun akan berbeda artinya ketika kedua kata itu di gabung. Radikalisme adalah paham atau aliran radikal dalam politik, paham atau aliran yang menginginkan perubahan atau pembaharuan sosial politik dengan cara kekerasan atau drastis, sikap ekstrem dalam aliran politik.

Indonesia adalah Negara dengan bermacam agama dan kepercayaan namun mayoritas adalah agama islam, islam di Indonesia juga telah melalui asimilasi dan akulturasi maka mayoritas muslim di Indonesia bertoleran tinggi, namun tidak sedikit juga penganut radikalisme. Maka berbagai macam stigma muncul, seperti cadar, gamis, jenggot, isbal adalah cirri-ciri radikal. Namun  itu sama sekali salah, karena radikalisme islam tidak bisa di hakimi hanya dari penampilan.

Cadar sering mendapatkan kritik-kritik pedas dari orang-orang yang tak sependapat dengan mereka. Cadar adalah kain penutup kepala atau muka (bagi peremuan) kata lain yaitu niqob adalah istilah syari untuk cadar, yaitu sejenis kain yang digunakan menutup wajah. Niqob dikenakan oleh sebagian kaum perempuan, niqob banyak di pakai di Negara-negara Arab.

Dalam hukum islam, terdapat perbedaan dalam madzhab-madzhab fikih islam mengenai bercadar, perselisihan tersebut berkisar tentang masalah penggunaannya namun keempat madzab tersebut tidak ada yang mengatakan haram. Dalam madzhab syafii yang banyak di anut oleh masyarakat  muslim di Asia Tenggara, memiliki pendapat yang mu’tamad. Dalam madzab syafii menyatakan bahwa aurat peempuan dalam konteks yang berkaita dengan pandangan oleh pihak lain adalah semua badannya termasuk kedua tangan dan wajah. Konsekuensinya dalah ia wajib menutupi kedua telapak tanggan dan memakai cadar untuk menutupi wajahnya.

Tidak semua orang bercadar itu radikal, namun masyarakat tetap saja mengatakan bahwa orang-orang bercadar adalah orang-orang yang radikal tidak toleran dengan lingkunan atau budaya sekitar. Mengapa orang bercadar sering dikatakan radikal, karena dia hidup di lingkungan masyarakat yang telah sepakat dalam pemikiran maupun budaya yang tak tertulis bahwa bercadar adalah radikal, wajar jika masyarakat beranggapan seperti itu, riwayat orang-orang bercadar juga meninggal karena bom bunuh diri, hal ini juga mendukung persepsi masyarakat tentang bercadar.

Mereka bercadar juga memiliki persepsi sendiri tentang apa-apa yang mereka kenakan, karena imam hanafi mengatakan bahwa, wanita muda dilarang membuka wajahnya diantara lelaki yang bukan mahromnya, ini bukan karena wajah adalah aurat melaikan menghindari fitnah. Mengapa orang-orang bercadar juga kuat dengan pendiriannya walaupun dalam empat imam madzhab tidak ada yang mewajibkan kecuali untuk menghindari fitnah, karena menurut mereka bercadar adalah kebaikan, dan setiap mereka teguh dalam kebaikan itu maka semakin banyak cobaan yang akan di hadapi, layaknya rossul, semakin rossul menyebar kebaikan semakin banyang yang membencinya, jadi menurut orang-orang yang bercadar itu adalah tatangan bagi mereka melakukan kebaikkan.

Namun berbeda dengan seseorang yang dulunya tidak tahu apa-apa dan ketika lingkungan dia mengikuti sebuah kajian, dan tiba-tiba orang itu bercadar dan menggencarkan dakwah serta takbir, fenomena ini biasa dibilang hijrah, namum kejadian ini sangan rentan dalam padangan beragama, orang-orang yang awam dan tiba-tiba di jejali doktrin-doktrin tanpa bertabayun cenderung menjadikan pribadi yang radikal dan berfikir radikalisme.

Hal ini yang meresahkan masyarakat, karena biasanya orang-orang yang semacam itu mengasingkan diri, dan terus memperbaiki diri menurut pandangan mereka tanpa  bertabayyun dan melihat konisi budaya dan lingkungan disekitar mereka. Lebih baik berakal dulu baru beragama karena jika beragama tidak menggunakan akal dan menelan begitu saja, bisa-bisa sedikit-sedikit kafir, sedikit-sedikit bid’ah. Dalam beragama kita juga jangan kaku menauladai rassul dan peristiwa dulu pada zama rassul, susah jika menerapkan semuanya di jaman rossul ke jaman kita, bisa-bisa naik haji pakai onta dan tidak menggunakan smartphone.

Untuk mrngahdapi fenomena ini sebaiknya dalam masyarakat ada penyuluhan tentang bercadar bagaimana hukumnya bagaimana penggunaannya dan bagaimana prinsip-prinsip orang bercadar, agar tidak ada kesalahpahaman dalam persepsi bermasyarakat, karena seseorang yang di marjinalkan dalam bermasyarakat psikisnya terganggu, jika sesorang yang baru berhijrah itu kuat dalam pendiriannya mungkin akan berathan lama, tapi bagaimana jika seseorang itu tak kuat dengan pendiriannya dan merasa tertekan bisa jadi orang itu terganggu kejiwaannya atau bahkan lebih mendalami ajaran-ajaran yang radikal itu karena dalam masyarakat sekitarnya tidak ada inisiatif untuk meranggul dan mengayominya.

Leave a Reply

Your email address will not be published.