Ramadahan adalah bulan mengasah kepekaan sosial. Selain Bulan penyucian individu manusia; juga bulan untuk berdamai dengan sosial, yakni puasa bukan sekadar menahan lapar dan haus, melainkan juga memupuk kepedulian untuk sesama.
Puasa yang hanya membuat manusia saleh secara indivual, tetapi minus dari kepedulian sosial. Maka sejatinya puasanya itu adalah sia-sia. Sebab, tujuan utama puasa adalah membentuk laku kesalehan sosial, yang mewujud dalam laku mau berbagi dan merasakan denyut nadi masyarakat.
Ini terlihat dari redaksi ayat al-Baqarah (2): 183, la‘allakum tataqun, agar kamu bertaqwa. Bertaqwa adalah proses penyucian diri, dengan memupuk ”kesadaran diri akan Tuhan,” yang dengan kedaran ini, manusia akan sekuat tenaga menjalankan apa yang diperintahkan oleh Tuhan, dan sekuat tenaga pula menjauhi apa yang dilarang-Nya.
Para ulama menyatakan empat syarat ketaqwaan. Selain syarat takut kepada Allah (al-khauf min al-jalil), bersifat qanaah (al-qanaah bil qalil), mempersiapkan diri menghadapi hari kiamat (isti’dam li yaum rahil), juga yang paling penting adalah adanya aksi nyata positif kepada sesama (al-amal bi al-tanzil).
Sejak dini, Islam sudah mendeklarasikan, bahwa: iman saja tidak cukup, tetapi haruslah diikuti dengan amal (tindakan positif kepada sesama); begitu juga salat saja tidak memadai, harus dibarengi dengan zakat. Itulah makanya, perintah iman dan amal, salat dan zakat, serta puasa dan sedekah-fidyah, dan seterusnya –selalu bergandengan.
Kepedulian sosial dengan kemauan berbagi kepada sesama dan ikut merasakan denyut nadi masyarakat perlu diasah lebih tajam dalam puasa ini. Ini adalah wujud nyata dari implementasi kesalehan sosial, yakni adanya kerja-kerja untuk kesejahteraan di antara manusia.
Puasa, Pandemi, dan Donasi
Apalagi dalam kondisi saat ini, ketika hampir semua negara menghadapi serangan Covid-19. Virus ini telah melumpuhkan hampir semua sisi kehidupan. Mulai dari pendidikan, agama, sosial, dan terutama ekonomi kena imbasnya.
Hilangnya lapangan kerja, minimnya pendapatan, serta langkanya sebagian bahan pokok menjadi kekhawatiran bersama. Salah satu cara terbaik menstabilkan roda perputaran kehidupan masyarakat adalah dengan mau berbagai kepada sesama. Donasi adalah jalur terbaik.
Lewat puasa, kita dituntut untuk peka terhadap keadaan masyarakat. Selain berdimensi ilahiyah, puasa juga efektif untuk menumbuhkan kepekaan sosial seseorang. Ramadan mengajarkan seseorang untuk membangun tradisi, relasi dan kebajikan dalam kehidupan sehari-hari.
Sebab, setiap ibadah yang diperintahkan Allah adalah hakikatnya untuk meningkatkan hubungan vertikal dan horizontal secara seimbang. Beribadah puasa harus dapat menyadarkan diri untuk peka terhadap lingkungan sekitar.
Konkretnya, berpuasa dapat mengajarkan umat untuk saling membantu orang yang sedang kesulitan; membuat orang lain untuk bergembira atas kehadiran kita. Islam bukanlah agama yang memerintahkan untuk hanya beribadah kepada Allah tanpa memikirkan kehidupan dunia.
Ada beberapa strategi bagaimana memaksimalkan kepedulian sosial kita di tengah wabah korona ini. Pertama, menyadari virus ini adalah musuh bersama. Kita semua –tanpa memandang suku, agama, dan pilihan politik –harus seperti satu tubuh. Bila satu sakit, anggota tubuh lain ikut merasakan.
Puasa bisa dijadikan sarana untuk mengasah rasa kebersamaan itu. Dengan merasakan lapar dan dahaga, seharusnya menjadi pelajaran berharga, bahwa di luar sana adanya banyak orang yang seperti itu, bahkan lebih jauh dari itu. Terutama dalam kondisi saat ini.
Kedua, mempercepat membayar zakat. Baik zakat fitri maupun zakat mal. Kewajiban zakat fitri adalah momentum yang sangat bagus untuk dijadikan sebagai lahan amal dalam menentaskan virus berbahaya ini.
Dengan mempercepat pembayaran zakat, dengan cepat juga bisa distribusikan kepada yang berhak. Zakat fitrah yang biasanya dibayar di penghujung Ramadan, bisa dipercepat di awal Ramadan. Hal ini mempermudah zakat sampai cepat kepada sasaran.
Ketiga, memperluas interpretasi objek zakat (mustahiq). Di tengah pandemi seperti sekarang ini, objek zakat perlu di perluas, sehingga lebih menjangkau masyarakat. Tafsir atas fi sabilillah perlu digeser dari yang sifatnya individual menjadi sosial. Tawaran ini sudah ditinjau dan dibahas oleh lembaga zakat di Indonesia.
Keempat, sumbangan kemanusiaan dalam bentuk akselerasi filantropi harus digalakkan. Bagi yang berpunya harus lebih pro-aktif ikut menyalurkan donasi kepada masyarakat. Hubungan horizontal ini –baik dalam konteks keluarga, masyarakat, Negara, bahkan lintas-negara –yang menjadi acuan adalah tersingkirnya pandemi ini dari muka bumi. Agar kita bisa kembali hidup seperti biasa.
Artikel ini sudah Terbit di jalandamai.org, dengan Judul Asah Kepedulian Sosial Lewat Puasa, pada URL https://jalandamai.org/asah-kepedulian-sosial-lewat-puasa.html
Leave a Reply