Pelaksana Tugas Kepala Pusat Data dan Informasi Kemdikbud, M. Hasan Chabibie menyatakan bahwa Tasawuf menjadi salah satu cara mencegah penyebaran ajaran radikalisme dan terorisme. Pria yang akrab disapa Hasan ini menjelaskan bahwa pendekatan islam dengan tasawuf berarti pendekatan islam dengan jalan cinta.
“Bahwa dekat dengan Allah itu bisa dekat jalur cinta. hal yang sangat berbanding terbalik dengan yang diajarkan oleh kelompok terorisme” ucapnya.
Pendekatan tasawuf ini juga dapat merangkul semua pihak tanpa perlu merampas haknya. Hasan kemudian menjelaskan bahwa hakekat manusia yang ingin selalu hidup damai.
“Pendekatan secara massif dengan cara ini juga dapat dilakukan, diluar apa yang dilakukan oleh instansi pemerintah seperti Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dan instansi lain”
Hal ini ia sampaikan dalam acara webinar yang diadakan oleh Yayasan Bina Bangsa Indonesia (YBBI) bekerjasama dengan beberapa instansi lain. Kegiatan yang diadakan pada Sabtu, 06/06 2020 ini dilakukan dengan menggunakan aplikasi pertemuan daring, Zoom.
Masih dalam kegiatan yang sama, Muhammad Lutfhi Zuhdi, Wakil Rektor IV Universitas Indonesia menyatakan bahwa pemerintah perlu mulai menggandeng kelompok islam moderat. Kelompok islam moderat ini ia nilai sesuai dengan khasanah bangsa Indonesia dan mampu mencegah masuknya ideologi radikalisme dan terorisme.
Pria yang akrab disapa Kyai Lutfhi ini kemudian juga menyarankan kepada pemerintah untuk mulai mengarahkan pendidikan islam yang moderat di seluruh tingkatan Pendidikan. Mulai dari pendidikan tingkat dasar hingga perguruan tinggi.
“Hal ini karena saya temukan sudah banyak Pendidikan salah satunya pesantren sudah mulai bermacam-macam. Tidak semuanya moderat”, imbuhnya.
Minim Konten Moderat
Kyai Lutfhi kemudian menjabarkan bahwa jumlah pengguna internet di Indonesia kian hari kian meningkat. Apalagi disaat pandemi virus Corona seperti sekarang, durasi penggunaan internet ia klaim meningkat. Termasuk untuk mengakses konten dakwah secara daring.
Namun ia menyayangkan masih banyak ditemukan konten dakwah yang berasal dari kelompok yang tidak moderat bahkan cenderung radikal. Hal ini juga bisa menjadi jalan masuk penyebaran paham radikalisme yang bisa masuk lewat konten dakwah secara daring.
“Kelompok moderat perlu terus membuat konten agar tidak kalah dengan kelompok radikal”, tandasnya.
Abdul Hamid, Dosen UIN Sunan Ampel Surabaya menyatakan bahwa kelompok non-moderat ini sudah agak selangkah lebih maju dalam pembuatan konten di media sosial. Temuannya bahwa kelompok ini sudah bergerak dalam media Podcast. Hal yang menurut penggagas pesantren.id ini masih belum banyak digunakan oleh kelompok moderat.
(F.P)
Leave a Reply