Setiap kita adalah insan yang bermakna bagi setiap lainnya. Karena pada hakikatnya manusia diciptakan untuk saling dan menjadi bagian merefleksi kaca benggala. Maksudnya, setiap orang atau manusia yang lahir di dunia ini adalah bagian dari anugerah yang diturunkan Tuhan untuk mengisi, bergerak dan berusaha di muka bumi. Dimana usaha yang dilakukan secara bijaksana itu pun tidak semata bagi dirinya, namun untuk orang bahkan manusia-manusia lainnya. Itulah yang dikatakan hidup dalam lingkaran sosial yang bermakna.
Lalu, siapa sajakah patriot yang berjasa tersebut?
Tidak perlu jauh-jauh memandang dan menebak apa isi pemandangan di balik gunung yang tinggi. Cukup pandangi dulu yang ada di depan mata. Orang-orang tersebut adalah mereka yang selalu mendekap di dalam lingkaran kehidupan. Seperti diri kita, yang dulu di lahirkan dari kandungan seorang ibu. Dirawat dan dibesarkan oleh ayah, ibu atau keluarga terdekat kita yang amat berjasa untk tumbuh kembangnya diri kita. Entah diri kita dibesarkan oleh orangp-orang dengan menjadi tukang becak, supir angkot, aparatur sipil negara, jurnalis, buruh bangunan, tani, tambang, juru tulis, juru hitung, juru ukir, juru didik, juru teknik atau juru las dan masih banyak jenisnya.
Sungguh hebat bukan, mereka mampu membentuk patriot tangguh yang baru di kemudian hari. Cobalah merefleksi, di masa yang sulit pun patriot-patriot kehidupan itu harus tetap bergerak dan memutar otak. Masa pandemi yang membuat Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) merajalela, mereka masih bergerak untuk melawan resesi agar tidak terjadi. Tidak hanya membanting badan mereka namun juga membanting pemikiran. Lelah itu pasti, melakoni lakon harus tetap dijalani.
Mengapa penulis menuangkan pikiran seperti ini?
Ini adalah sebagian dari kegundahan yang penulis tangkap. Kalau kita hendak menilisik dan meresapi. Terkadang, ibu pertiwi turut menitihkan air mata. Apabila anak-anak bangsanya tidak lagi patuh bahkan santun pada yang lebih tua. Patuh bukan berarti harus tunduk dan patuh akan semua kata yang diucapkan. Melainkan tunduk dan patuhlah dengan memanfaatkan kesempatan, materi dan kepercayaan yang diberikan secara bijaksana. Jangan sampai di tengah krisis kesehatan dan lapangan kerja, krisis moral pun terjadi.
Memang, krisis gengsi pun sudah melanda. Tidak sedikit dari kita yang membagakan dan hanya mengakui lingkungan dengan strata sosial tinggi. Menuhankan orang lain demi tahta bahkan lupa asal usulnya. Padahal, jika disadari yang senantiasa harus dijunjung tinggi dan dihormati adalah patriot-patriot yang membangun jati dirinya termasuk jati diri penulis. Dengan begitu, anak bangsa akan selalu bangga dan percaya diri akan segala yang dimilikinya. Tidak membandingkan diri dengan orang lain terus menerus. Sehingga optimis akan anugerah dan harapan-harapan ke depannya tanpa takut kalah dalam persaingan.
Patriot setiap orang tentu tidak sama. Maka, jangan takut untuk berjalan di darat dengan memegang teguh moral yang beradab seperti yang diajarkan Bapak Bangsa. Jangan takut terbang di udara seperti kuatnya kepakan dan tajamnya penglihatan burung garuda. Nilai mencintai patriot bangsa termasuk keluarga dan sesama manusia sudah digaungkan dalam nilai-nilai Pancasila sejak negara merdeka.
Kita dapat selamat dan menyelamatkan generasi mendatang apabila mampu menciptakan lingkaran yang satu asa untuk membangun diri dan berkontribusi untuk Indonesia. Santunlah dalam berkata, bijaklah dalam menyampaikan fakta hematlah untuk bersuara di rekam jejak media. Jika akarmu kuat, patriotmu kuat maka jangkarmu pun seperti Baja. Raundoh Tul Jannah (R.T.J.)
Leave a Reply