Dalam usia yang masih muda, Nasir pernah menjadi pelatih militer jihadis di Filipina, hingga menjadi pimpinan Mantiqi III Jamaah Islamiyah Asia Tenggara. Ia juga pernah menjadi pelatih militer di Poso, sebelum akhirnya Nasir bersembunyi di sebuah Vila dan ditangkap oleh aparat kepolisian Indonesia
Sobat damai, jihad tidak sesempit makna berperang fisik melawan ‘musuh’ saja, lho? Jika kita dalami betul-betul, kata Jihad memiliki makna yang sangat universal. Menjaga imunitas diri dan orang-orang di sekitar kita dari ancaman virus radikalisme-terorisme juga merupakan bagian daripada jihad.
Barangkali demikian yang disadari oleh eks narapidana terorisme Jamaah Islamiyah, Nasir Abbas. Pemuda berdarah Malaysia ini pernah ‘tersesat’ memilih bergabung dengan kelompok ‘Jihadis Afganistan’ pada tahun 1987. Nasir sendiri sudah memiliki keinginan untuk bergabung dengan kelompok jihadis tersebut sejak usianya 15 tahun. Wah, ngeri ya?
Dalam usia yang masih muda, Nasir pernah menjadi pelatih militer jihadis di Filipina, hingga menjadi pimpinan Mantiqi III Jamaah Islamiyah Asia Tenggara. Ia juga pernah menjadi pelatih militer di Poso, sebelum akhirnya Nasir bersembunyi di sebuah Vila dan ditangkap oleh aparat kepolisian Indonesia.
Meskipun Nasir saat itu merupakan pimpinan Mantiqi III JI, ia sangat kontra dengan banyak hal yang dilakukan oleh internal JI, seperti keikutsertaan mereka pada statment pimpinan Al-Qaidah Osama bin Laden, dan juga tindakan pengeboman terhadap beberapa Gereja di Indonesia pada tahun 2000. Ia menyadari bahwa jihad yang sebenarnya bukanlah demikian, Jamaah Islamiyah tidak lagi seperti yang ia kenal pada masa awal.
“Kebencian kepada orang ‘kafir’ yang berlebihan dan didasarkan pada pemahaman keliru dan tekstual terhadap ayat Al-Qur’an, apalagi ayat tersebut tidak diambil secara utuh menyebabkan perilaku yang melampaui batas,” ungkap Nasir sebagaimana dikutip dari komik ‘Kutemukan Makna Jihad’ yang mengisahkan tentang perjalanan dirinya dan 2 orang lain sebagai korban Bom Kedutaan Besar Australia, September 2004 lalu.
Saat ini, Nasir telah ‘hijrah’ dengan makna yang sebenarnya. Ia hijrah dari kelompok ekstremis Jamaah Islamiyah, menuju Islam yang moderat dan berperikemanusiaan. Kini Nasir banyak terlibat dalam program deradikalisasi napiter, dan aktif dalam NGO senior consultant di Division for Applied Social Psychology (DASPR).
Nasir berpesan kepada kaum muda, supaya senantiasa menjaga diri agar orang lain tidak terkena imbas kejahatan dari tangan dan lisan kita :
“Ciri muslim adalah orang yang menjaga diri agar jangan sampai orang lain terkena kejahatan dari Tangan dan Lisan nya.”
Menurut Nasir, generasi muda seperti kita ini sangat perlu bersikap kritis dan terbuka dalam berbagai hal. Terutama ketika mendapat sesuatu yang baru, agar tidak tersesat di jalan yang berpotensi merugikan atau mencelakai diri sendiri maupun orang lain.
Nah, sobat damai, biar kita nggak tersesat dalam melangkah, pastikan selalu kritis terhadap segala sesuatu, ya? Jangan mudah terombang-ambing oleh narasi propaganda kelompok radikalisme-terorisme. Dalami agama dengan benar, jangan terburu-buru menafsirkan segala hal yang tidak kita pahami.
Kalau Nasir Abbas saja ‘hijrah’ ke Islam yang moderat, kenapa kita tergiur bergabung kepada kelompok Islam yang gemar melaknat? Yuk, gunakan logikamu. Jangan sampai kita jadi bagian dari kelompok yang ingin merusak eksistensi kedaulatan NKRI.
Salam damai!
Vinanda Febriani
Leave a Reply