Hallo sobat damai, kalian tahu enggak sih? Kalau cara pandang kita terhadap sesuatu akan mempengaruhi cara berpikir kita juga, kemudian dari cara pandang dan cara berpikir tersebut akan menghasilkan suatu tindakan. Maka jangan heran jika ada seseorang yang melakukan sesuatu hal yang tidak biasa, itu pasti disebabkan karena cara pandang dan cara berpikirnya yang juga tidak biasa.
Maka dari itu, cara pandang sangatlah penting karena akan berpengaruh pada pola pikir dan tingkah laku kita loh. Prilaku kita yang nantinya mencerminkan cara pandang dan cara berpikir kita seperti apa.
Nah, sobat damai, dari judul diatas. Mungkin sobat damai banyak yang bertanya, “Emang manusia yang beragama bisa jadi Ekstrimis ya?” jawabanya adalah tentu saja bisa. Contohnya, ketika manusia menginginkan kehidupan yang ideal (tanpa punya kesalalahn, tanpa ada dosa, tanpa ada perbedaan dalam banyak hal). Padahal manusia sendiri bukan malaikat yang tidak pernah melakukan kesalahan. Dan kodratnya manusia memang tidak bisa lepas dari sebuah kesalahan, entah itu disengaja ataupun tidak.
Dalam perspektif Islam sendiri, apakah mungkin kehidupan di dunia ini menjadi ideal? Sedangkan zaman rosulullah juga banyak orang munafiq, banyak orang-orang pendosa yang mengingkari nabi. Sedangkan disisilain, kita juga tahu bahwa rasulullah yang sebaik-baiknya makhluk sewaktu dilahirkan, Abu Lahab-lah yang paling senang, sampai memerdekakan seorang budaknya. Sejarah juga menunjukkan bagaimana Nabi Musa dirawat oleh istrinya firaun diruang lingkup kerajaan firaun.
Dari gambaran diatas, bahkan pada zaman para nabi, banyak orang-orang yang ingkar. Sampai nabi muhammad wafat pun, orang-orang munafik juga masih tetap ada. Dan jika zaman sekarang kita menuntut agar dunia menjadi ideal. Maka, salah satu cara berpikir seperti ini yang akan membuat diri kita menjadi ekstrimis.
Gus Baha pernah bercerita mengenai Syech Syahrowi bertemu orang ekstrim yang ingin mengeboom orang-orang Islam yang sedang dugem, karena beranggapan bahwa mereka itu melakukan maksiat diatas buminya Allah. Syech Syahrowi kemudia bertanya padanya, “Kalau mereka mati, mereka mati kemana?”
Lalu, pemuda itu menjawab, “Ya ke neraka, karena mereka mati dalam keadaan maksiat.”
“Lalu kalau mereka masuk Neraka. Itu keinginan kamu atau keinginan rosulullah. Apakah rosulullah menginginkan ummatnya masuk neraka?”
Pemudia itu menjawab, “Ya tidak.”
“Ya sudah, kalau rasullullah tidak menghendaki demikian. Jangan dilakukan. Kita tunggu taubatnya,” ucap Syech Syahrowi.
Dari kisah tersebut, kita juga kembali diingatkan dengan seseorang yang bernama Ibnu Muljam. Dia adalah pembunuh Syaidina Ali ketika sedang melaksanakan sholat subuh. Ibnu Muljam sendiri bukan orang biasa, tapi dia orang yang khusuk dalam beribadah.
Kemudian, kenapa Ibnu Muljam membunuh menantu/ponakan/sahabat nabi, yaitu syaidina Ali? Itu tidak lain karena cara pandangnya. Ibnu Muljam menganggap dirinya benar dan menganggap Syaidina Ali sudah melakukan kesalahan karena dianggap tidak menjalankan hukum Allah.
Padahal kita juga tahu bahwa syaidina Ali adalah salah satu dari sepuluh sahabat nabi yang dijamin masuk syurga.
Semoga kita terhindari dari pola berpikir merasa paling benar, dan terhindar dari memaksakan kehendak agar dunia menjadi ideal.
Leave a Reply