Pegunungan Kendeng merupakan wilayah karst yang asri. Ia meliputi Blora, Pati, Kudus, Grobogan, dan Bojonegoro. Masyarakat lereng Kendeng yang memiliki beragam budaya dan kepercayaan, hidup berdampingan dengan alam. Sedulur Sikep (Masyarakat Samin) merupakan salah satu kelompok yang menjaga Pegunungan Kendeng agar tetap lestari. Pertengahan Januari 2021, saya berkesempatan untuk berkunjung sekaligus belajar mengenai toleransi dan lingkungan kepada Sedulur Sikep di Sukolilo, Kabupaten Pati, Jawa Tengah.
Menjelang maghrib, saya tiba di sana dan disambut dengan teh hangat, nasi, lele, tempe pecak, jamu, dan tak lupa senyuman ramah dari Sedulur Sikep. Hal ini sangat berbeda dari stigma negatif yang kerap orang lain lontarkan kepada mereka. Orang yang belum pernah berkomunikasi secara langsung dengan Sedulur Sikep menganggap mereka adalah kelompok yang suka membuat masalah dan keras kepala. Padahal, Sedulur Sikep sendiri sejatinya jujur, terbuka, dan mengutamakan kebersamaan.
Sedulur Sikep di Sukolilo, Pati membangun Omah Kendeng yang merupakan sebuah ruang untuk melakukan musyawarah, nguri-uri budaya, dan belajar berbagai hal. Sedulur Sikep memiliki cara sendiri untuk mendidik anak-anaknya, yaitu dengan tidak menyekolahkan mereka di sekolah formal. Meski demikian, anak-anak tetap diajari ketrampilan sehari-hari, membaca, menulis, berhitung, nembang Jawa, maupun menabuh gamelan. Kebiasaan yang dilakukan oleh Sedulur Sikep harus kita hormati karena itu menyangkut apa yang mereka percayai dalam menjalani kehidupan.
Selain itu, nandur (menanam) adalah kegiatan sehari-hari Sedulur Sikep dan masyarakat lereng Pegunungan Kendeng. Mereka mengajarkan kita untuk senantiasa hidup sederhana dengan bertani. Saya diajak menapaki Pegunungan Kendeng dan menanam alpukat di sana. Dengan merasakan segarnya udara dan melihat langsung hijaunya Pegunungan Kendeng membuat saya berpikir untuk terus mempertahakankan kelestariannya.
Pemuka agama di lereng Pegunungan Kendeng pun berceramah dengan topik mengenai kelestarian lingkungan. Sungguh, ceramah mengenai hal-hal yang berkaitan dengan kebutuhan masyarakat sekitar seperti inilah yang kita butuhkan di masa sekarang. Bukan ceramah yang mendoktrin kita pada kebencian dan mengajarkan perilaku ekslusif. Ceramah yang menyejukkan dan dekat dengan kehidupan sehari-hari seharusnya bisa menjadi teladan bagi orang lain di luar Pegunungan Kendeng.
Mbak Gunarti, seorang tokoh masyarakat Kendeng berpesan agar kita selalu mencintai ibu bumi seperti mencintai diri sendiri. Sedulur Sikep dan masyarakat lereng Kendeng mengamini bahwa ibu bumi seharusnya tidak dianggap sebagai benda mati, namun ibu bumi perlu ditanami, dihormati, dirawat dengan telaten, dan diwariskan. Dari sini, kita hendaknya dapat memahami bahwa bertoleransi itu dilakukan tidak hanya kepada sesama manusia, melainkan kita butuh bertoleransi kepada alam yang telah menghidupi sampai saat ini.
Lena Sutanti
Leave a Reply