free page hit counter
Menilik Kesejahteraan Psikologis dalam bermedia sosial

Pada gen z atau generasi yang lahir pada tahun 1995 hingga 2012, mereka tumbuh berdampingan dengan meningkatnya teknologi informasi. berdasarkan penelitian IDN Research Institute yang bekerjasama dengan Populix dengan judul laporan “ Indonesia Gen Z Report”, diperoleh hasil bahwa media sosial menempati posisi kedua sebagai platform yang sering digunakan dengan presentase 86%. Sementara peringkat pertama adalah platform pengirim pesan atau chatting, seperti WhatsApp.

Pengguna media sosial diperkirakan sudah mencapai 4 miliar. Angka ini diprediksi akan terus bertambah tiap tahunnya. Tingginya penggunaan media sosial memunculkan berbagai penelitian, baik dari segi perilaku pengguna, efektifitas, sosial dan budaya maupun dari segi teknologi. Salah satunya yang dikaji mengenai kesejahteraan psikologis pengguna.

Kesejahteraan sendiri dapat dikatakan individu dalam keadaan baik, makmur, bahagia, sehat dan damai. Dalam segi ekonomi kesejahteraan dihubungkan dengan keuntungan benda.

The Convesation melakukan riset dengan menggunakan alat yang bernama Social Networking Site Behavior Task (SNSBT). Penelitian ini berusaha mengungkapkan pengaruh baik atau buruk dari waktu yang dihabiskan di media sosial. Pada penelitian ini subjek dibagi atas tiga kelompok, yaitu kelompok pasif, reaktif, dan interaktif. Pengalaman rasa kesepian pada ketiga kelompok ini mirip namun kelompok interaktif lebih merasa terhubung dengan jejejaring sosial fisik dan merasa mendapatkan dukungan emosional dibandingkan kelompok pasif. Sementara kelompok reaktif berada di tengah-tengah. Meskipun begitu penelitian ini kurang mendeskripsikan kesejahteraan bermedia sosial. Karena kajian terhadap isu ini dinilai kompleks.

Kebutuhan meningkatkan harga diri melalui media sosial

Untuk mendapatkan kesejahteraan, individu memiliki faktor dan hal-hal yang diupayakan. Selain pemenuhan kebutuhan sandang, papan, dan pangan, abraham maslow meyakini bahwa ada kebutuhan lanjutan. Abraham maslow kemudian mengemukakan teori hierarki kebutuhan.

Teori hierarki kebutuhan Abraham Marshlow meliputi kebutuhan fisiologi, rasa aman, kasih sayang, mendapatkan penghargaan, dan aktualisasi diri. Teori ini berguna dalam memunculkan motivasi untuk memenuhi kebutuhan individu. Dalam hubungannya dengan media sosial, manusia sekarang menggunakan media sosial sebagai variabel dalam hidup sehari-hari. Sehingga dalam memenuhi kebutuhan individu, media sosial ikut andil di dalamnya.

Pada teori hierarki Abraham Maslow poin mendapatkan penghargaan yang dimaksud adalah mengenai harga diri individu. Harga diri terbagi atas dua hal, yaitu bentuk menghargai diri sendiri dan bentuk penghargaan dari orang lain. Bentuk menghargai diri sendiri misalnya memiliki kepercayaan diri, bersikap mandiri, dan meraih prestasi. Sementara bentuk penghargaan dari orang lain misalnya mendapatkan gelar, penghormatan, apresiasi, dan pujian.

Platform Instagram memiliki fitur feed dan story. Melalui fitur ini pengguna bisa membagikan apapun kepada pengikut. Selain itu juga terdapat fitur like namun tidak ada fitur dislike. Semakin banyak pengikut yang memberikan like atau komentar positif maka dapat disimpulkan bahwa bentuk kebutuhan akan penghargaan dari orang lain telah terpenuhi.

Hambatan ketidaksejahteraan

Seperti dua sisi mata uang, media sosial memiliki sisi yang mengarah kepada kesejahteraan dan juga sebaliknya. Apabila sejahtera maknanya makmur, sehat, bahagia maka ketidaksejahteraan bermakna tidak makmur, tidak sehat, dan tidak bahagia. Ketidakbahagiaan mengurangi rasa percaya diri dan harga diri individu.

Dalam bermedia sosial manusia bisa mendapatkan dukungan emosional namun juga sebaliknya bisa mendapatkan pengucilan. Bullying atau perundungan melalui media sosial bukan hal yang baru. Manusia lebih bebas mengutarakan cacian lewat jari dan dengan topeng anonim. Semua tindakan tak bertanggung jawab itu lebih mudah dilakukan lewat media sosial ketimbang bertemu langsung secara fisik. Dengan kalimat lain media sosial mewadahi perilaku bullying. Selain bullying, media sosial juga menjadi wadah kejahatan kriminal lain seperti doksing, penipuan hingga kejahatan serius lainnya.

Selain itu perilaku doom scrolling hingga kecanduan sosial media juga menjadi persoalan yang serius. Pasalnya manusia yang kecanduan mengindikasikan tidak bahagia atau sejahtera. Fenomena fear of missing out alias FOMO yang kini dialami gen z menambah indikator kecanduan media sosial. Kelelahan bermedia sosial menjadi efek lanjutan dari kecanduan media sosial. Informasi yang berlebihan juga tidak baik bagi kesehatan mental.

Polarisasi dan fragmentasi dalam media sosial menjadi hal yang sedikit atau banyak dialami. Pengguna mungkin berfikir timeline, fyp (for your page), dan beranda di media sosialnya adalah keseluruhan dunia namun kenyataannya itu hanyalah dunia yang khusus diciptakan algoritma kepadanya.

Hal dasar yang bisa dilakukan bila tanda-tanda ketidaksejahteraan melanda adalah dengan mencoba lebih mindfullness, mengurangi durasi screen time, dan mencoba lebih terhubung dengan dunia fisik.

 

Tulisan: @afterbluee_
Design: @yusriyya_malik

 

Sumber artikel The Conversation:

Judul: Riset: Gaya Bersosial Media Ternyata Berkaitan dengan Kesejahteraan Anda.

Terbit: 24 Januari 2023.

Link: https://theconversation.com/gen-z-dan-gerakan-retro-mengapa-generasi-muda-mencampakkan-smartphones-dan-memilih-ponsel-bodoh-205782.

Leave a Reply

Your email address will not be published.