Sudah tidak asing lagi bahwa masyarakat Indonesia terkenal dengan sebutan kaya akan budaya. Banyak keberagaman dari berbagai daerah mulai dari bahasa, adat istiadat, suku, agama dan ras. Tidak heran masyarakat Indonesia dikenal sebagai masyarakat majemuk atau multiculture. Berbicara tentang keberagaman di Indonesia, terlintas sebutan “Bhinneka tunggal Ika” yang bermakna berbeda tetapi tetap satu jua. Artinya bangsa yang menghargai segala perbedaan serta saling menghormati satu sama lainya. Sebuah falsafah hidup bernegara yang patut untuk dihayati dan diamalkan nilai-nilainya, dalam kehidupan berinteraksi antar sesama.
Hidup berdampingan dengan banyaknya perbedaan memang tidaklah mudah apalagi tentang mengamalkan nilai-nilai kearifan dari negara itu sendiri. Hal ini juga disinggung dalam nilai Pancasila yang ke 4 berbunyi “Persatuan Indonesia”. Salah satu nilai adi luhur yang menjadi pedoman masyarakat Indonesia untuk bisa saling menghargai dan menghormati satu sama lain tanpa memandang status maupun latar belakang.
Namun atas dasar hak dan nilai kemanusiaan. Berbicara mengenai sila ke 4, Persatuan adalah aset terpenting bagi suatu negara. Tujuannya adalah untuk tetap bisa menjaga keutuhan serta mencegah adanya propaganda yang provokatif dan merugikan. Rasa persatuan adalah hal berharga yang harus dijaga dan dimiliki oleh setiap individu baik dalam bersikap maupun berperilaku.
Menanamkan rasa persatuan di dalam sebuah negara memang penting untuk dilakukan agar bisa menghasilkan sikap saling toleransi, saling percaya dan juga empati. Banyaknya perbedaan karena keberagaman bukan berarti bisa menipiskan adanya rasa persatuan. Justru karena perbedaan, seharusnya bisa menjadi dasar untuk mengokohkan adanya semangat menjadi satu karena kita terlahir dari bumi pertiwi yang sama yaitu “Indonesia”. Negara yang kaya akan budaya yang harus kita jaga dan kelola bersama agar bisa menjadi negara maju dan teladan bagi negara-negara lainnya.
Saat suatu negara kokoh dengan semangat rasa persatuan, masalah propaganda antar golongan atau diskriminasi suatu etnis tertentu tidak akan muncul di permukaan. Kita juga sebagai umat beragama dan berbudaya, seharusnya tidak boleh memiliki perasaan “merasa lebih baik” dibanding golongan lain. Artinya muncul kesadaran bahwa saya adalah umat atau golongan terbaik sedangkan golongan atau etnis lain bukan yang terbaik. Pandangan seperti ini sering kali dijadikan sebagai “teologi klaim kebenaran” yang bisa merenggangkan persaudaraan dan kesatuan.
Selain itu, di dalam Islam juga dijelaskan bahwa perbedaan adalah sebuah rahmat dan itu keistimewaan. Seperti yang tercantum dalam surat al Hujurat ayat 13 yang artinya “Wahai manusia! Sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal”. (Q.S Al-Hujurat 13)
Dalam ayat ini, dijelaskan bahwa umat Islam diminta untuk saling menghormati karena hukum Islam yaitu menghormati setiap orang dan tidak memberikan hak kepada siapa pun untuk mempermalukan orang lain. Kita semua berbeda dan itu istimewa. Munculnya perbedaan dalam hal pandangan, budaya atau keyakinan, jangan menjadi acuan untuk mendiskreditkan atau mendiskriminasi suatu etnis atau golongan dan agama tertentu hingga menimbulkan konflik. Karena perbedaan sejatinya adalah keistimewaan bukan alat provokatif untuk menjadikan perpecahan.
Lusa Indrawati, S.Pd.
Seorang Pluviophile, tergabung di komunitas literasi COMPETER dan KEPUL
Leave a Reply