Umumnya, masyarakat Indonesia akan merasa senang dan bangga yang berlebihan jika orang asing, negara lain, idola serta orang-orang penting ‘mengaitkan’ Indonesia atau bahkan hanya ngomong bahasa Indonesia. Tak hanya itu, baik di Artikel-artikel hingga portal berita mainstream pun banyak tersebar dengan berita atau info yang sebenarnya menurut sebagian orang ‘tak penting’ dan bahkan tak menghasilkan informasi.
Berbagai pemberitaan dengan judul yang memancing heran seperti ‘5 film yang aktornya menyebutkan kata Indonesia’ atau ‘Pemain bola yang ternyata keturunan Indonesia’ dan masih banyak lagi. Ketika Presiden Amerika Barack Obama saat dalam kunjungan ke negara Indonesia dan menyantap Bakso serta Nasi Goreng pun banyak sekali netizen Indonesia yang seakan menyambutnya dengan cara yang tak biasa. Fenomena youtuber asing mencoba makanan Indonesia, Om telolet, mencoba merk mie asal Indonesia, fenomena fans Rich Brian yang berlebihan dan bahkan selebriti luar negeri.
Fenomena tersebut adalah Overproud yang dimana bangsa-bangsa negara lain juga sudah memberi label kepada masyarakat Indonesia dengan wkwkwkland. Warganet dari luar Indonesia sebenarnya sudah cukup lama terbiasa namun heran terhadap masyarakat Indonesia. Overproud berarti adalah bangga yang berlebihan dimana semua yang berlebihan itu tidak baik menurut banyak orang.
Bangga kepada negara sendiri itu tentu sikap sebagai warga negara yang sangat baik. Namun yang menjadi perhatian adalah bagaimana cara menyalurkannya. Apakah sudah tepat? Apakah dengan bangga yang berlebihan malah menunjukkan masyarakat Indonesia yang masih memiliki mental Inlander?
Contoh dari tingginya mental inlander adalah ketika orang asing mencoba suatu budaya malah ditinggikan sementara sesama orang Indonesia tidak dihargai. Padahal mental Inlander adalah mental yang memandang bangsa lain lebih hebat dengan menyanjung tinggi bangsa tersebut. Secara tak langsung, mental ini menunjukkan bahwa kita tak punya pendirian dan cenderung merendahkan bangsa.
Ironi yang terjadi kini memang seperti itu. Yang kemudian berefek label Indonesia yang bagi bangsa lain dijadikan sebagai ‘ladang uang’ bukan? bukti? Sudah banyak sekali Bule biasa atau orang asing yang hanya berbicara “terima kasih” atau “saya makan soto” saja sudah bisa banjir view di youtube dan monetisasi akun youtubenya. Bule yang menyebut-nyebut makanan khas dan mengulasnya saja dengan label Indonesia jadi lebih mudah menarik perhatian masyarakat Indonesia.
Tetapi masalahnya jika ada kreator dari sesama masyarakat Indonesia tidak disambut reaksi heboh positif layaknya kepada bangsa lain. Jika orang asing berkata “selamat pagi Indonesia” pasti reaksi positif tiba dan jika orang Indonesia berbicara bahasa inggris? akan dicap sok inggris atau bahkan menjadi korban bully ketika salah grammar dan pronunciation.
Itulah contoh ironi yang terlihat di dunia nyata. Ternyata overproud justru bisa memberikan efek yang tak disadari negatif sebagai bangsa. Efek mental Inlander, inferiority complex atau terlalu merendahkan diri, lebih menekankan support kepada bangsa lain dan kurangnya perhatian dengan support sesama bangsa.
Bangga tentu saja boleh hanya saja apa yang sedang dibanggakan dari hal yang bukan berbau prestasi atau pencapaian? Tentu jika hal berbau prestasi boleh saja. Tapi memang hal non-prestasi nyatanya membuat bangsa lain jadi keheranan. Banyak bangsa lain mengatakan “Why are Indonesians so overproud?” padahal hanya dengan om telolet, eta terangkanlah, judul berita dan apapun itu.
Bahkan untuk makanan khas budaya kebanggaan, apakah orang jepang overproud terhadap sushi yang gerainya banyak di seluruh dunia dan bahkan orang Indonesia memproduksinya sendiri? Apakah bangsa Korea overproud dengan Kimchi yang mendunia? membanjiri komentar dan menyanjung bangsa lain akan seperti mental Inlander. Masyarakat Indonesia lebih baik mengapresiasi, bukan terlalu menyanjung layaknya trending yang berulang-ulang dan cenderung membosankan.
Leave a Reply