Generasi muda atau orang muda, siapa yang tidak kenal dengan mereka? Dikenal dengan semangat yang menggebu, ide yang cemerlang hingga trobosan yang gemilang namun, terkadang syarat pula dengan dinamika permasalahan kehidupan. Menurut World Health Organization (WHO), mereka adalah remaja usia 10 sampai 24 tahun. Namun, ada pula Civil Society Organization (CSO) di Asia Pasific yang menggunakan batasan usia remaja hingga usia 35 tahun. Mimin mengetahui informasi tersebut secara langsung ketika mengikuti salah satu forum CSO di tingkat Asia Pasifict.
Nah, orang dengan rentan usia inilah yang secara pskilogis sedang mengalami tingkat emosional yang belum stabil, sedang gencar-gencarnya mencari jati diri, berinovasi hingga tidak sedikit pula yang dimaanfaatkan oknum tidak bertanggungjawab untuk menebar paham intoleransi. Misalnya saja, pelaku bom bunuh diri yang dilakukan oleh seorang remaja di JW Lounge Hotel JW Marriott, 17 Juli 2009 silam. Yang mana, berdasarkan hasil sketsa wajah tim Disaster Victim Identification Markas Besar Polri diperkirakan pelaku berusia 16-17 tahun. Miris bukan, dan secara sadar ia bahkan membuat video sebelum melakukan peledakan.
Tidak hanya itu, rentetan kasus peledakan bom yang melibatkan orang muda usia belia juga terjadi di Sukoharjo dan Polrestabes Medan 2019 lalu. Pelaku berusia 22 tahun dan 24 tahun. Kasus tersebut adalah salah tiga contoh tindakan teror akibat pencucian otak terhadap remaja. Masih banyak kasus merugikan lain, yang melibatkan orang muda di dalamnya. Amat disayangkan, dan peristiwa akibat paham intoleran tersebut tidak boleh terjadi lagi apalagi menimpa orang terdekat kita.
Lalu, apakah orang muda memiliki kaitan dengan urusan mengamalkan toleransi dan menjaga perdamaian bangsa? Tentu saja. Sahabat Damai, dalam urusan menjaga perdamaian, ini menjadi pekerjaan rumah besar kita bersama. Sebuah bangsa yang besar seperti Indonesia saat ini, untuk mewujudkan cita-cita kehidupan manusia yang bahagia dimasa depan tidak bisa dilakukan oleh pemerintah atau lembaga sosial pergerakan secara sendiri-sendiri tanpa aksi dari orang muda pada zamannya. Waktu akan terus dinamis, pemangku kebijakan akan terus berganti namun nilai-nilai luhur bangsa harus ditanamkan agar tidak sirna tertelan arus modernisasi. Peran generasi milenial dan generasi Z sangat dibutukan karena mereka adalah pemberi pengaruh terbesar terhadap sesama penerus bangsa bahkan orang dewasa, terutama yang berkaitan aktifitasnya di sosial media.
Ajarkan dan berikan contoh kepada orang muda baik disekolah atau di rumah untuk bijak bersosial di dunia maya sebagai rumah kedua mereka. Selain memberikan contoh kepada generasi muda yang kreatif cara mengidentifikasi dan mengkounter hal-hal yang mengandung nilai disinformasi. Berikan pula contoh dampak sosial dan hukum apabila mempertunjukkan argumen atau hal-hal yang tidak pantas. Ujaran kebencian yang dapat menimbulkan kebencian dan berdampak terhadap situasi yang tidak damai bagi orang lain. Dengan memberikan pemahaman yang baik, kita akan mempersempit ruang gerak orang-orang yang memiliki pemikiran dan memanfat fasilitas media sosial untuk hal-hal yang tidak positif di tengah-tengah masyarakat.
Secara sederhananya, kebahagian bangsa ini dapat dicapai dengan kerjasama antara orang muda dan orang dewasa yang dapat mengaplikasikan teori MYP-YAP (Meaning Youth Participation- Youth Adult Partnership). Sinergitas antar lembaga sangat diperlukan, tidak hanya tugas sektor pendidikan. Terus mensosialisasikan dan menanamkan pola pendidikan yang tepat terutama amalan nilai-nilai Sila 1-5 Pancasila sebagai ideologi identitas bangsa Indonesia di aspek kehidupan sosial sangat diperlukan. Menjadikan anak-anak muda sebagai rule model sebaya, agen perdamaian dan keberagaman tanpa mendiskriminasi orientasi seksual atau latar belakangnya. Sangat dianjurkan pula mensosialisasi hal tersebut kepada orangtua atau pasangan muda yang hendak menikah untuk mengikuti kelas pranikah melek toleransi. Karena berbicara toleransi itu penting yang akan menyambungkan banyak hal di kehidupan kita.
Sahabat Damai. Menghadirkan kebahagian adala sebuah hal yang mulia bagi semua. Sebagai masyarakat modern mari mengupayakan kebahagian tersebut dan melek toleransi. Ketika kita sebagai anak bangsa diberikan kesempatan untuk berpartisipasi untuk melakukan hal-hal baik tersebut, mari kita lakukan dengan memulai dari lingkungan terkecil diri kita.
Maka, tugas orang muda saat ini. Bangunlah jejaring sebanyak-banyaknya dengan masyarakat dan berkolaborasi untuk menyebarluaskan pesan-pesan damai serta bisa sampai ke seluruh pelosok negeri dari ribuan bahkan jutaan penduduk Indonesia. Memanfaatkan pengikut medi sosial untuk hal-hal positif. Maka yakinlah semua yang kita lakukan adalah proses ibadah kita sebagai sesama umat manusia dan akan dicatat sebagai amal kebaikan dan, sebaliknya, apabila kita melakukan hal negatif dengan menyebarkan hal buruk tentu akan kembali ke diri kita. Karena pesan-pesan yang kita bagikan akan kembali memberikan ke manfaat ke diri kita, keluarga, masyarakat, agama, bangsa, dan negara, tercinta INDONESIA. Jadilah pembidik bukan dibidik. Raundoh Tul Jannah (R.T.J)
Leave a Reply