Sobat damai, Indonesia merupakan sebuah negara yang amat kaya raya, lho. Mulai dari tradisi, budaya, hingga peninggalan-peninggalan bersejarah seperti prasasti ataupun candi, semuanya ada di Indonesia. Wah, keren banget ya?
Di Jawa Tengah, ada sebuah candi besar yang pernah menjadi salah satu dari 9 keajaiban dunia versi UNESCO. Apa lagi kalau bukan Candi Borobudur. Selain keindahan dan kemegahannya, tahukah kalian bahwa Candi yang terletak di Kabupaten Magelang ini terkenal reliefnya sebagai salah satu media pendidikan karakter?
Yups, hal tersebut dijelaskan oleh seorang Seniman-Budayawan asal Jawa Tengah, Bambang Eka Prasetya (BEP) yang bertahun-tahun menjadi pendongeng relief candi. Menurut BEP, relief candi Borobudur dan Candi Mendut memiliki nilai luhur kemanusiaan dan budi pekerti yang sangat universal.
“Apapun topik untuk Pendidikan Budi Pekerti dan kemanusiaan, tersedia dalam kisah relief Candi Borobudur dan Candi Mendut,” tulisnya kepada Dutadamai Jawa Tengah.
Topik kisah dari relief candi juga sangat variatif, baik yang menceritakan kebajikan dengan tokoh utama hewan (fabel), maupun yang tokoh utamanya manusia (human), yang lebih dikenal sebagai kisah kelahiran masa lampau Bodhisattwa (Bodhisattwa bermakna makhluk luhur yang dilahirkan untuk memberi teladan kebajikan sderta kebijakan, sebelum kelahiran Sang Buddha Gautama).
Pendidikan karakter dalam relief Candi Borobudur salah satunya terdapat pada Relief Karmawibanga panil 19: “Gillana Uatathi” (Merawat orang sakit). Relief tersebut menjelaskan kepada kita bahwa dengan memberikan obat dan memberikan perhatian terhadap orang yang memerlukan pertolongan, mampu membuat hidup kita damai, sejahtera, serta bahagia.
Dalam relief lain, yakni dalam kisah Jataka Mandata (Penguasa Bumi dan Langit) misalnya, diceritakan bahwa ada seorang raja bernama Mandata yang sangat sombong dan angkuh. Ia memiliki kekuatan luar biasa di tangan kirinya. Jika ia mengepalkan tangan kirinya tersebut dan menyentuhnya dengan telapak tangan kanannya, apapun yang dia inginkan, pasti akan terwujud. Hal tersebutlah yang membuat sang pangeran ini bersifat angkuh dan sombong.
Mandata terus berlaku sombong, hingga pada akhir hidupnya, ia menyesal kemudian berpesan kepada keluarganya, bahwa dirinya menyampaikan pembelajaran terakhir, “Aku telah mendapatkan apapun, aku telah menguasai manapun, aku telah mengungguli siapapun. Namun entah mengapa, aku tak pernah merasa bahagia, karena hatiku tak pernah merasa cukup.”
Dari kisah tersebut, kita bisa memetik sebuah ibrah bahwa tidak ada kebahagiaan yang melebihi hati yang merasa cukup. Kecukupan hati, adalah sumber dari ketenangan dan kebahagiaan diri.
Sobat damai, kiranya dua kisah di atas adalah sebagian kecil contoh pendidikan karakter yang diteladankan melalui relief candi Borobudur. Selain itu, tentu masih sangat banyak, lho.
Ohya, BEP berharap, generasi muda seperti kita ini supaya menyempatkan diri mempelajari kisah relief Candi Borobudur dan Candi Mendut. Walaupun kedua Candi itu sudah berusia 1.195 tahun, namun masih sangat relevan lho, dengan pendidikan karakter untuk membangun jati diri generasi bangsa. Bahkan tetap relevan hingga ribuan tahun mendatang. Wah, keren, bukan?
“Belajarlah sebanyak-banyaknya di area yang seluas mungkin. Merdekakanlah dirimu dari pagar yang selama ini “memenjarakan” diri dalam sebuah wawasan sempit,” pesan BEP kepada generasi muda.
Nah, sobat damai, yuk belajar budi pekerti dari relief candi. Jangan hanya menikmati keindahannya saja, tetapi, mari yuk gali nilai edukasinya juga.
Salam damai!
Vinanda Febriani
Leave a Reply