Jihad bukan hanya bermakna menegakkan agama melalui peperangan fisik yang berdarah-darah. Tak melulu diceritakan dengan kisah permusuhan dan tajam serta runcingnya pedang-pedang pasukan mujahidin disaat menusuk leher-leher para musuh Islam. Di era ini, makna Jihad telah melalui banyak penafsiran yang lebih universal dan up to date, sesuai dengan perkembangan zaman.
Kelompok radikalis mengartikan jihad sebatas pada perang fisik mengangkat senjata. Sedang kelompok liberalis mengartikan jihad sebagai perilaku memerangi hawa nafsu dan godaan syetan, hal ini kemudian menafikan terhadap bentuk-bentuk jihad yang lain. Di tengah-tengah keduanya, hadir seorang ulama ahli hadits di era kontemporer asal Indonesia yang pemikirannya sangat moderat, sosok yang selalu tawadhu’, ramah, dan lemah lembut kepada umat. Siapa lagi kalau bukan Quraish Shihab? Beliau telah berkontribusi besar dalam memaknai serta menafsirkan berbagai konsep agung dalam karyanya, Tafsir Al-Mishbah.
Dalam Tafsir Al-Mishbah, secara umum jihad dapat disimpulkan setidaknya menjadi dua pemaknaan. Pertama, yaitu mencurahkan segala kemampuan atau menanggung pengorbanan. Setiap perjuangan, pasti membutuhkan pengorbanan. Semakin berat yang diperjuangkan seseorang, maka semakin besar pula yang hendaknya ia korbankan. Menurut Quraish Shihab, dalam berjihad, seseorang dituntut untuk mencurahkan kemampuan baik lahir maupun batin, fisik maupun mental, jiwa, harta, dan raga.
Sedangkan jihad pada makna yang kedua, yakni bersungguh-sungguh dalam melakukan sesuatu. Menurutnya, segala aktivitas yang dilakukan dalam rangka meninggikan kalimat Allah yang disertai dengan kesungguhan dinamakan berjihad. Misalnya, ada seseorang yang bersungguh-sungguh untuk memperindah kualitas akhlak pada dirinya, maka hal tersebut juga dapat diartikan sebagai upaya berjihad. Atau ada seorang Ayah yang bersungguh-sungguh membanting tulang untuk mencukupi kebutuhan pokok keluarganya, membiayai sekolah anak-anaknya, maka hal ini juga dapat dikategorikan sebagai upaya jihad.
Lantas, bagaimana menjadi seorang mujahid di era kontemporer ini?
Kedua tafsir Quraish Shihab tentang jihad, amat relevan dengan konteks modernisasi yang terjadi pada era ini. Menjadi mujahid di era kontemporer sangatlah penting. Kita tahu bahwa semakin hari, kualitas akhlak umat Islam semakin merosot. Ditambah adanya internet dan begitu banyak aplikasi medsos seperti Facebook, Twitter, Instagram, Youtube, hingga Tiktok, membuat generasi Islam banyak terpengaruh oleh budaya yang kurang baik. Seperti berkata kasar, mencaci-maki, memusuhi, hingga menyebarkan konten-konten hoaks, ataupun pornografi.
Tentu saja, hal tersebut sangat tidak sesuai dengan akhlak seorang Muslim. Seorang muslim, sebagaimana dicontohkan oleh Rasulullah, harus selalu menempatkan posisi akhlak ada di letak paling tinggi dalam kehidupan ini, dimanapun dan kapanpun. Rasulullah SAW sendiri mengatakan bahwa beliau diutus untuk menyempurnakan akhlak manusia. Sangat disayangkan ketika ada seseorang mengaku beragama Islam, namun akhlaknya sangat jauh dari akhlak Rasulullah SAW.
Sehingga, maknajihad yang amat penting untuk dikaksanakan saat ini sebagaimana tafsir Quraish Shihab ialah jihad pada makna kedua: bersungguh-sungguh dalam melakukan sesuatu. Bersungguh-sungguh dalam memperbaiki kualitas akhlak yang ada pada diri sendiri, lalu keluarga, dan lingkungan sekitar kita.
Terlebih sekarang ini, medsos kita dipenuhi dengan segala macam informasi negatif yang berpotensi membodohi dan memecah-belah komitmen persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia. Informasi negatif tersebut menyebar luas tidak hanya di kalangan internal umat Islam saja, melainkan juga umat agama lain. Tentu ini menjadi salah satu penyebab kemerosotan akhlak generasi bangsa, utamanya generasi Islam.
Di tengah gemuruh peredarannya, munculah sebuah organisasi yang secara massif melakukan cek fakta, memberikan edukasi bijak berinternet, berinteraksi secara digital, serta bijak dalam menggunakan medsos. Mereka bergerak secara sungguh-sungguh untuk mencapai tujuan mulia: memberikan pemahaman anti hoaks kepada masyarakat luas. Tindakan mereka ini, jika dilihat dari kacamata tafsir Quraish Shihab, merupakan bagian dari upaya jihad mencerdaskan generasi bangsa dari paparan hoaks dan informasi-informasi negatif lain.
Menjadi mujahid di era kontemporer adalah dengan berjihad menebarkan kebermanfaatan, bukan memicu teror, permusuhan, ketakutan, bahkan konflik dan peperangan. Pada era ini, sebagian besar manusia di dunia menginginkan hidup damai tanpa sentimen-sentimen kebencian baik itu agama, ras, suku, ataupun yang lain. Tentu, bagi umat Islam, cara mewujudkannya adalah dengan kita menjadi seorang mujahid yang senantiasa bersungguh-sungguh menyebarkan virus-virus toleransi, perdamaian, kerukunan, serta keramahan dan kerahmatan Islam dalam segala aspek kehidupan. Tetap bijak dan tegas melihat berbagai keadaan, dengan mengutamakan sikap yang berada di bawah koridor-koridor kemanusiaan.
Leave a Reply