Islam datang ke Bumi Nusantara melalui berbagai cara, contohnya lewat jalur perdagangan, pernikahan, politik, ada juga ulama yang sengaja dikirim untuk berdakwah ke Nusantara. Salah satu wilayah yang memiliki sejarah panjang keislaman terletak di pulau Jawa, yang didakwahkan oleh 9 orang ulama, atau disebut Wali Songo.
Sunan Bonang adalah salah satu anggota dari Wali Songo, yang memiliki nama asli Raden Maulana Makdum Ibrahim. Orang tuanya adalah Sunan Ampel (Sayyid Ali Rahmatullah), dan ibunya adalah Nyai Ageng Manila, beliau merupakan putri dari Bupati Tuban bernama Arya Teja.
Disamping itu total saudara sekandung Sunan Bonang ada 5 orang, pertama ada Nyai Patimah yang memiliki gelar Nyai Gedeng Panyuran, kedua ada Nyai Wilis Lis Nyai Pengulu, ketiga ada Nyai Taluki yang memiliki gelar Gedeng Maloka, yang keempat ada Sunan Bonang sendiri, dan terakhir ada adik Sunan Bonang yang bernama Raden Qasim atau yang pada akhirnya bergelar Sunan Drajat.
Dalam menyampaikan dakwahnya, beliau bertempatkan di wilayah pesisir timur Pantai Utara, lebih spesifiknya di desa Bonang, Rembang, Jawa Tengah. Perihal pernyataan ini dapat dibuktikan dengan ditemukannya sejumlah petilasan yang masih bisa ditemui dan dikunjungi hingga sekarang.
Disebutkan dalam buku Atlas Wali Songo karya Agus Sunyoto, jika Sunan Bonang telah berguru ke berbagai ulama hebat. Diantaranya ada ayahnya sendiri yakni Sunan Ampel, lalu kepada Syekh Maulana Ishak yang merupakan ayah dari Sunan Giri, bahkan beliau sempat pergi ke negeri Pasai untuk belajar dengan para ulama di sana.
Melihat catatan belajar panjang yang dilakukan oleh Sunan Bonang, tak ayal jika beliau ahli dalam berbagai bidang keilmuan, diantaranya ilmu fikih, ushuluddin, tasawuf, seni, sastra, arsitektur dan seni bela diri (kesaktian).
Mengambil Hati Masyarakat Dengan Seni
Perangkat gamelan Jawa, atau yang disebut juga dengan Bonang, nama ini dipanggil sesuai dengan letak kediaman Sunan Bonang yang berada di desa Bonang. Penggunaan Bonang memang tidak bisa sembarangan, yang mana jika ada acara tertentu maka gamelan ini akan dimainkan, diantaranya untuk mengiringi acara wayang, dan sebagai pengingat warga desa untuk berkumpul jika akan menyampaikan pengumuman.
Bonang memiliki bentuk bulat pipih, dibagian atasnya terdapat benjolan bulat, lalu apabila dipukul dengan pemukul kayu maka akan keluar suara yang merdu dan enak di dengar di telinga, terlebih lagi jika yang memainkannya adalah Sunan Bonang sendiri.
Terdapat kisah menakjubkan sekaligus unik tentang alat ini, yang mana saat beliau memainkan Bonang, seolah warga yang mendengarkannya akan tersihir dan tanpa sadar mereka berjalan mendekat menuju masjid.
Berikutnya ada seni wayang, jika pada masa sebelum Islam masuk wayang hanya bisa dinikmati oleh orang tertentu saja, di zaman Sunan Bonang wayang telah mengalami perubahan. Lewat wayang ini Sunan Bonang menyampaikan penampilan wayang yang lebih variatif, dan diselipi dengan cerita pewayangan yang mengandung unsur Islami.
Pemaparan di atas nampaknya mampu menjadi bukti jika peran Sunan Bonang dalam mendakwahkan Islam sangatlah cerdik, karena bukan hanya mampu menarik warga untuk masuk Islam dan mengislamkan mereka. Namun, dakwah beliau juga mampu menjadi bagian kekayaan sejarah Islam di Indonesia yang harus selalu diceritakan dan dilestarikan hingga ke generasi mendatang.
Siti Asmaul Husna,
Mahasiswi jurusan Sejarah Peradaban Islam dan anggota dari LPM Qimah.
Leave a Reply