Saat memikirkan sejarah kemerdekaan Indonesia, publik kembali digugah betapa besarnya jasa para pahlawan meraih kemerdekaan. Ternyata perjuangan tersebut tidak terlepas dari tokoh-tokoh Islam dan para ulama. Seperti KH Hasyim Asy ’ari, KH Wahid Hasyim, Al Habib Ali Al Habsyi, Al Habib Idrus Al Jufri ,dan tokoh Islam lainnya. Mereka adalah para pejuang yang sangat berperan dalam meraih kemerdekaan. Artikel ini akan mengulas sedikit bagaimana Islam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia.
Pada masa penjajahan Belanda, bukan saja merugikan bangsa Indonesia secara ekonomi dan politik tetapi sangat merugikan umat Islam. Karena itu, umat Islam sangat gigih menentang penjajahan. Sampai pada abad ke 19 Belanda telah kaya dengan pengalaman pahit menghadapi kekuatan Islam di Indonesia. Belanda senantiasa menghadapi kenyataan bahwa Islam selalu menghalangi cita-cita mereka. Sejarah telah membuktikan selama abad ke 19 saja, kolonial Belanda cukup sibuk menghadapi pemberontakan-pemberontakan yang dilancarkan sebagai perang atas nama Islam. Tercatat pemberontakan-pemberontakan yang terkenal pada abad ini antara lain, perang paderi (1821-1837) di Sumatera barat, perang Diponegoro ( 1825-1830) di Jawa tengah, dan yang terlama adalah perang Aceh tahun (1873-1904). Suara takbir selalu menggema bersama para pejuang yang berperang melawan penjajahan.
Sebelum kemerdekaan, sudah terbentuk berbagai ormas Islam yang tergabung dalam MIAI Indonesia. Dilansir dari laman Republika.co.id, MIAI singkatan dari Majelis Islam A’la Indonesia yaitu wadah perjuangan bagi umat Islam yang dibentuk pada tahun 21 September 1937. Diantara ormas-ormas Islam yang terbentuk di dalamnya adalah Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama, Al Irsyad, Partai Sarekat Islam Indonesia (PSII), Al Khoiriyah, Persyarikatan Ulama Indonesia (PUI), Al Hidayatul Islamiyah, Persatuan Islam (Persis), Partai Islam Indonesia (PII), Partai Arab Indonesia (PAI), Jong Islamiaten Bond, Al Ittihadiyatul Islamiyah dan Persatuan Ulama Seluruh Aceh (PUSA). Awalnya MIAI sebatas mengkoordinasikan berbagai kegiatan, tetapi perlahan MIAI menjadi wadah persatuan bagi seluruh umat Islam di Tanah Air dalam menghadapi politik penjajahan.
Melalui MIAI inilah ulama-ulama Indonesia yang terdiri dari berbagai gerakan, organisasi dan partai politik bisa bersatu dalam bertindak. Ketika Jepang datang untuk menguasai Pasifik, ulama di Indonesia tetap kompak bersikap. Tidak tergoyahkan oleh sikap politik dari kelompok non agama yang terpecah antara mendukung Belanda atau Jepang.
Jepang melakukan berbagai cara untuk mendapatkan simpati dari umat Islam di Indonesia. Diantaranya Jepang mengundang perwakilan MIAI ke Jepang dan berjanji akan menaruh perhatian lebih kepada umat Islam tidak seperti Belanda. Kekaisaran Tenno Heika bahkan memberikan izin untuk pengibaran bendera merah putih. Jepang juga membebaskan tokoh ulama yang ditawan oleh Belanda seperti Abdoel karim Aemroellah (Buya Hamka), Soekarno, Muhammad Hatta, Sutan Sjahrir. Ini semua dilakukan Jepang untuk mendapatkan simpati bangsa Indonesia.
Namun setelah Jepang menguasai Pasifik, pasukan sekutu menyerahkan Indonesia dalam perjanjian Kalijati 8 Maret 1942. Sikap Jepang terhadap Indonesia berubah drastis. Mereka mencoba menerapkan Nipponisasi dari setiap sendi tak terkecuali agama. Seperti menerapkan sistem kerja Romusha yang sangat menyengsarakan rakyat Indonesia. Jepang berusaha membubarkan partai-partai Islam di Indonesia seperti PSII (Partai syarikat Islam Indonesia), PII ( Partai Islam Indonesia).
Jepang melakukan perpecahan dengan mengakomodasi dua kekuatan. Antara lain “nasionalis Islam dan nasionalis sekuler”. Pada masa inilah MIAI dibubarkan yang kemudian pada tahun 1943 diubah menjadi Majelis Syura Muslimin Indonesia (MASYUMI).
Yang paling mengharukan adalah pidato bung Tomo ketika akan melakukan pertempuran Surabaya. Kota Surabaya telah menjadi saksi terjadinya sejarah merah akan perjuangan para pahlawan . Bung Tomo memberikan kobaran semangat kepada seluruh pemuda untuk berani menghadapi tentara inggris. Ia berpidato dengan suara lantang yang diawali dengan kalimat bismillah dan di akhir pidatonya Bung Tomo mengucap takbir berulang kali mengepalkan tangan membakar semangat pemuda Indonesia melawan sekutu Inggris. Pertempuran Surabaya berlangsung sekitar 3 minggu. Pertempuran Surabaya ini terjadi pada tanggal 10 November 1945 yang merupakan peristiwa pertempuran terbesar dan terberat dalam Sejarah Revolusi Nasional Indonesia melawan kolonialisme.
Dari perjalanan bangsa Indonesia meraih kemerdekaan sudah terlihat jelas hubungan Islam dan NKRI sangat erat. Hal ini terlihat dari banyaknya tokoh-tokoh Islam dan para Ulama yang berperan menegakkan kemerdekaan. Dengan iman dan keyakinan, mereka berani melawan penjajahan. Tak segan para pejuang mempertaruhkan nyawa demi kemerdekaan. Mereka telah melahirkan NKRI, Pancasila, UUD 45, dan Bhineka Tunggal ika. Di dalam buku karya Ahmad Mansyur yang berjudul “Api Sejarah” edisi revisi yang diterbitkan (Surya Dinasti, 2016) diungkapkan bagaimana sepak terjang para ulama dan santri serta daya juang mereka yang tak pernah padam. Diantara slogan yang ditonjolkan dalam bukunya adalah kutipan dari E.F.E. Douewes Dekker Setiaboedhi yang menyatakan: “Jika tidak karena sikap dan semangat perjuangan para ulama, sudah lama patriotisme di kalangan bangsa Indonesia mengalami kemusnahan.”
Lusi Hanasari
Alumni Universitas Islam Lamongan, Perindu Petrichor
Leave a Reply