Dalam dunia kerja, komunitas maupun organisasi seseorang tidak akan jauh dari kritik maupun saran. Kritik dan saran kemudian dapat membantu seseorang untuk memperhatikan sikap dan mempengaruhi kinerja ke depannya termasuk kualitas kerja.
Memberi saran adalah sebuah proses penting yang mutlak di tempat kerja mana pun, namun tidak ada cara yang benar atau salah dalam melakukannya. Dalam artikel ini, akan dijelaskan dua jenis cara menyampaikan kritik. Yakni Kritik Konstruktif (Constructive Criticism) dan Kritik Destruktif (Destructive Criticism).
Kritik Konstruktif
Apa itu Constructive Criticism? Kritik ini lebih membangun karena disampaikan dengan baik dan memberikan umpan balik yang positif. Dampaknya, yaitu memberikan pengaruh baik ke depannya. Kritik konstruktif adalah kritik yang bersifat memberdayakan, yaitu mengarahkan orang lain untuk lebih sadar dengan kesalahan, kekurangan atau kelemahannya; kemudian memberikan wawasan padanya tentang bagaimana memperbaikinya.
Kritik semacam ini didasari oleh fakta-fakta valid dan obyektif mengenai seseorang, bukan semata asumsi atau bahkan prasangka subyektif si pengkritik. Kritik konstruktif itu tak harus selalu menggunakan bahasa yang positif dan menyemangati, ada kalanya juga negatif (tidak nyaman untuk didengar), khususnya, pada saat si pengkritik harus secara gamblang dan terus terang memaparkan kesalahan atau kekurangan yang dilakukan oleh pihak yang dikritik.
Kritik konstruktif akan disampaikan sedemikian rupa, sehingga mengarahkan pihak yang dikritik menuju sebuah pencerahan mengenai diri dan segala kekurangan yang dimilikinya, bahkan menyadari kelebihan yang dimilikinya.
Di samping itu, kritik konstruktif juga seharusnya:
- Mengedukasi : memberi langkah-langkah menuju solusi
- Fokus pada masalah dan tidak melebar kemana-mana (keluar dari konteks)
- Memberi inspirasi atau memicu gagasan-gagasan baru
- Memang ditujukan untuk (secara tulus) membuat pihak yang dikritik menjadi lebih baik
Kritik Destruktif
Kritik destruktif adalah kritik yang tidak didasari oleh realitas atau informasi yang valid mengenai terkritik. Terkadang hanya didasari oleh prasangka, dugaan, asumsi, bahkan kebencian personal. Atau, sesungguhnya itu adalah kritik yang berdasar dan sesuai realitas, namun disampaikan dengan cara yang buruk (seperti adanya penambahan kata-kata, intonasi, atau ekspresi yang merendahkan, melecehkan, mengejek dan menjatuhkan terkritik), atau fatalistik (seakan si terkritik tak mungkin bisa memperbaiki kesalahannya).
Contohnya seperti ini :
“Ya elah kaya gitu aja kok nggak paham sih. Kalo kaya gini aja harus dikasi tau, trus apa bedanya kamu sama si A (A adalah seorang yang identik dengan hal-hal negatif, seperti malas, jorok, tak berkompeten, bodoh, dsb). Coba dipikir, dirasain, blah..blah..blah..”
Ciri-ciri kritik destruktif antara lain:
- Kritik tidak didasari data dan fakta yang valid, seringkali hanya asumsi-asumsi, prasangka, atau bahkan kebencian personal.
- Disampaikan dengan menggunakan diksi, kalimat, ekspresi, atau intonasi yang menghina, merendahkan, atau menjatuhkan si terkritik.
- Kritik cenderung melebar pada serangan personal, bukan fokus pada hasil kerja atau perbuatan seseorang, alih-alih solusi.
- Mementahkan gagasan-gagasan seseorang tanpa adanya dasar argumentasi yang logis (sekedar like/dislike)
- Kritik dilakukan dengan cara menyerang terkritik secara beruntun, tanpa memberi kesempatan terkritik untuk berfikir dan beargumentasi, bahkan kadang serangannya bersifat acak.
Jadi, cara manakah yang tepat dalam menyampaikan kritik? Yaitu, Kritik Konstruktif; karena menyampaikan kritik dengan apresiasi dan memberikan solusi juga saran. Sedangkan, Destructive Criticism; mengkritisi hal kecil dan bertujuan untuk menghina.
Akhir kata, jangan pernah takut dengan kritikan. Bila orang mengkritik Anda, berarti Anda telah mencoba sesuatu yang baru dan mungkin “aneh” menurut mereka. Terlepas dari jenis kritiknya, percaya pada kemampuan diri Anda. Biarkan Anda berkembang dan tidak jatuh ke jurang yang dalam. Semangat!
Leave a Reply