Masyarakat Jepang sudah lama dikenal dalam lingkungan masyarakat internasional sebagai salah satu masyarakat palung santun di dunia. Namun, mereka tidak hanya santun dalam perilaku sehari-hari tapi juga dalam banyak hal.
Salah satunya adalah media Jepang memiliki aturan dalam memberitakan perihal musibah, atau kecelakaan. Dalam pemberitaan musibah atau bencana, tidak boleh terlalu mengeksplotasi. Misalnya dalam peristiwa kecelakaan yang menyebabkan korban meninggal, tidak boleh mewawancarai keluarganya, teman atau tetangganya. Hal ini agar tidak membuat trauma keluarga yang ditinggalkannya.
Salah satu contohnya adalah seperti lembaga penyiaran publik NHK, dalam meliput bencana alam ada aturan tertentu dengan tujuan memberikan informasi kepada masyarakat guna mengurangi jumlah korban jiwa.
“Ada aturan liputan mulai dari sebelum bencana terjadi, saat bencana, setelah dan masa rehabilitasi,” kata koresponden senior NHK Kenji Sugai seperti dilansir dari Antara News.
Kenji menjelaskan, aturan sebelum bencana dengan tujuan mengurangi kerusakan maka media perlu menyiarkan peringatan dini segera mungkin dan evakuasi. Pada saat bencana terjadi bertujuan mendukung operasi penyelamatan dengan mengumpulkan dan melaporkan informasi berdasarkan kerusakan.
Kenji mencontohkan kejadian gempa bumi 11 Maret 2011 yang kemudian disusul tsunami, saat terjadi getaran gempa semua saluran akan berubah pada penyiaran darurat dan menginformasikan langsung ke masyarakat.
“Kita selalu memberikan informasi terbaru selama 24 jam nonstop setiap hari,” tambah Kenji.
Reporter Senior NHK Sayaka Irie mengatakan, saat terjadi gempa bumi, lembaga meteorogikal Jepang (JMA) langsung menginformasikan ke NKH lalu disiarkan ke masyarakat dalam waktu satu detik.
“Prioritas utama adalah evakuasi. Informasi yang disampaikan bisa menyelamatkan jiwa,” ujar Sayaka.
Karakter Pemberitaan Media Jepang pada Bencana
Karakter pemberitaan media Jepang terhadap suatu musibah, dapat disimpulkan dalam beberapa karakter. Karakter yang perlu ditiru baik bagi wartawan atau media di negara kita, tetapi juga oleh kita sebagai warganet. Apa saja karakter itu?
Minim Foto Kesedihan
Setiap peristiwa bencana atau tragedi kemanusiaan, beberapa media di dunia, berlomba memberitakan dan menayangkan hal-hal dan berita buruk. Sebuah istilah bernama ‘bad news is news good’. Pameo ini, tak terkecuali di Indonesia, kerap terjadi di media di Indonesia. Di negeri Sakura, justru tak menjual kesedihan para korban di lokasi bencana atau terdampak.
Tidak Pertontonkan Korban
Jika hampir semua media luar negeri memperlihatkan gambar korban mayat bergelimpangan disertai kerusakan material bangunan, di Jepang, hal ini tidak dilakukan. Sekali lagi, Jepang, tak ingin membuat tayangan ini menimbulkan trauma dan pandangan negatif dari para korban.
Informasi Kondisi Lingkungan dan Alam
Jepang lebih memilih menyuguhkan informasi terkait kondisi alam dan lingkungan sekitarnya untuk diliput serta diulas. Ketimbang menayangkan foto dan ulasan tak etis, serta mengundang nuansa kesedihan keluarga korban.
Tayangan Keberhasilan Tim Penyelamat
Jika Anda perhatikan, banyak pemberitaan di Jepang, lebih banyak menyoroti keberhasilan tim regu penyelamat atau tim SAR. Plus ulasan berita terkait rencana dan implementasi yang pemerintah lakukan dalam memulihkan dan proses recovery kota. Alasannya, untuk meminimalisir dan mencegah trauma berkepanjangan.
Penulis: Fiskal Purbawan
Leave a Reply