Masih ingat beberapa insiden penolakan jenazah positif Covid 19 yang terjadi dibeberapa daerah bulan April lalu, seperti di Banyumas, Semarang, dan beberapa daerah lainnya. Aksi kurang terpuji oknum masyarakat ini membuat prihatin beberapa pengguna media sosial karena banyaknya video aksi penolakan jenazah Covid 19 yang tersebat di media sosial. Seiring banyaknya aksi penolakan jenazah Covid 19 membuat Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo kemudian membuat sebuah video di akun Instagramnya bersama Sekretaris Komisi Fatwa MUI Jawa Tengah, KH. Fadlolan Musyaffa dan Ahli Forensik RSUP Dr. Kariadi Semarang, RP Uva Utomo.
Video tersebut RP Uva Utomo menjelaskan prosedur protokol kesehatan dalam menangani jenazah pasien positif covid-19 dari mulai pemandian hingga pemakaman. Protokol kesehatan ini penting untuk dilakukan karena melihat virus corona mudah menular kepada orang lain melalui cairan.
Akan tetapi, belakangan ini kondisi pada bulan April lalu berubah terbalik. Banyak keluarga jenazah pasien covid 19 mengambil secara paksa jenazah tersebut untuk dimakamkan tanpa protokol kesehatan. Sebagai contoh di Kecamatan Waru, Kabupaten Pamekasan, Jatim yang mengambil paksa jenazah pasien covid 19. Tidak tanggung-tanggung, ada sekitar 300 warga ikut dalam aksi ini. Bahkan mereka melucuti pakaian hazmat tim medis yang mengantar jenazah pasien covid 19 dan mengancam akan membakar ambulance.
Tindakan ini sangat disayangkan oleh berbagai pihak, apalagi beberapa daerah juga ditemukan inseden yang sejenis. Sudah seharusnya masyarakat lebih mempercayai tim medis dalam proses penanganan pasien maupun jenazah pasien covid 19. Tim medis yang lebih mengetahui dan memiliki fasilitas kesehatan yang memadahi sesuai protokol kesehatan. Lalu resiko apa yang akan diterima masyarakat jika melakukan aksi pengambilan paksa jenazah pasien covid 19?
Menanggapi fenomena tersebut, dokter spesialis paru dari Rumah Sakit Umum Pusat Persahabatan, Jakarta Timur, dr. Erlang Samoedro, SpP menjelaskan beberapa bahaua aksi pengambilan paksa jenazah yang terindikasi virus corona atau covid 19. Dikutip dari www.manado.tribunnews.com dr. Erlang mengatakan “itu bahaya, nanti sekeluarga bisa terkena virus corona semua jika memaksa untuk mengambil. “
“Itulah alasan mengapa kita petugas medis memakai hazmat, APD segala macam, karena virus corona itu penyakit infeksi menular.” Tambahnya.
Di lain waktu, Juru Bicara Satgas Covid 19 RS UNS Solo, dr. TOnang Dwi Ardyanto, Sp. PK., PhD mengatakan pada prinsipnya rumah sakit tidak serta merta menyimpulkan pasien yang meninggal di rumah sakit terinfeksi virus corona.
Tonang meambahkan, dalam situasi pandemi seperti saat ini, rumah sakit berpikir tentang risiko penularan covid 19. Pihak RS sebenarnya berharap seluruh pasien yang meninggal dalam status yang jelas positif atau negative covid 19. Sehingga tim medis akan langsung tanggap melakukan prosedur berikutnya.
Beberapa hal tersebut yang memang harus masyarakat ketahui. Menyatakan pasien meninggal dunia dengan status positif atau negarif covid 19 tidak bisa mudah dan cepat. Harus melalui tahap dan prosedur tes Swab dan PCR hingga jenazah itu bisa dinyatakan positif atau negatif covid 19. Jika memang positif, sudah seharusnya jenazah pasien tersebut dimakamkan dengan protokol kesehatan covid 19 bukan tata cara pemakaman biasa.
Leave a Reply