RUU PKS : “Payung Keadilaan Harapan Rakyat”
Ketika semua harus bergerak lebih cepat dari biasanya, menuntut sang pemburu kepentingan jeli membaca ketepatan arah pergerakan politik taktis nan pragmatis di negeri ini. Di tengah pergerakan cepat itu, beriringan pula dengan bergulirnya rancangan demi rancangan kebijakan yang condong menguntungkan penguasa ketimbang rakyatnya. Seperti halnya Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) yang dibahas sejak 2017 lalu, akhirnya melenggang di jajaran 50 besar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2020 yang disetujui Menteri Hukum dan HAM. Namun sayang, RUU yang menjadi salah satu harapan rakyat ini, pembahasannya masih saja ditunda-tunda. Mirisnya, pada akhir Juni 2020, DPR RI komisi VIII mencabut rancangan tersebut dari daftar prioritas Prolegnas 2020 untuk disahkan. Seolah menggambarkan rendahnya kepedulian terhadap korban atau mungkin tabunya pemahaman isu para anggota dewan.
Padahal, langkah untuk segera mengesahkan RUU PKS merupakan langkah nyata hadirnya wakil rakyat dan negara untuk menyelamatkan masa depan bangsa. Mengapa?
Pertama, sesuai tujuan utama RUU PKS akan mampu menekan tindak kekerasan seksual yang terjadi di Indonesia. Baik yang dialami oleh perempuan, anak permpuan dan laki-laki dalam lingkup relasi personal, rumah tangga, perkawinan hingga relasi kerja. Sesuai hasil survey bersama Badan Pusat Statistika (BPS), menunjukkan bahwa satu dari tiga perempuan di Indonesia pernah mengalami kekerasan seksual. Begitupun anak laki-laki dengan perbandingan satu dari tujuh anak laki-laki telah mengalami kekerasan, baik seksual, fisik, psikis hingga penelantaran anak.
Selain itu, sejak 2014 lalu Komisi Nasional Perlindungan Perempuan pun sudah menyatakan Indonesia darurat kekerasan seksual. Tercatat 4.475 kasus kekerasan dan terus meningkat dari tahun ke tahun dengan berbagai kategori kasus. Seperti tindak pidana pelecehan seksual, eksploitasi seksual, pemaksaan kontrasepsi, pemaksaan aborsi, perkosaan, pemaksaan perkawainan, pemaksaan pelacuran, perbudakan seksual, dan penyiksaan seksual. Bahkan ironisnya, pelaku kekerasan dan pelecehan seksual tidak hanya datang dari orang lain, akan tetapi banyak dari orang terdekat korban, seperti paman, saudara kandung hingga bapak atau ibu mereka sendiri.
Kedua, kebijakan ini akan menghapus diskriminasi terhadap perempuan. Banyak kasus yang selama ini terjadi dan perempuanlah yang sering menjadi korban. Anggapan demi anggapan bermunculan seolah-olah ketika korban melapor dan kasus terungkap, pihak berwenang malah menganggap semua itu terjadi karena suka sama suka serta salah perempuan. Mulai dari menyalahkan pakaian yang dikenakan, style makeup yang diaplikasikan hingga bentuk tubuh yang dimiliki perempuan. Padahal, setiap orang memiliki hak asasi atas dirinya sendiri untuk menentukan pilihan gaya dan cara berpenampilan yang menurutnya nyaman. Terlepas dari baik atau buruk orang lain akan memandang diri kita, semua itu akan kembali menggambarkan sejauh mana pola pikir dan pemahaman orang tersebut. Ditambah lagi, faktor relasi kuasa dan budaya patriarki yang masih melekat di Indonesia serta tidak ada payung hukum untuk melindungi perempuan, menambah presentase diskrimnasi yang dialami kaum perempuan.
Ketiga, RUU PKS akan memuat hal-hal krusial yang tidak ada di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Misalnya dalam RUU PKS tidak hanya mengatur hukuman bagi pelaku kekerasan seksual, akan tetapi juga mengatur pencegahan kekerasan seksual melalui penerapan kurikulum terkait kekerasan seksual dan pembangunan infrastruktur seperti pemasangan CCTV di ruang publik. Hal tersebut bertujuan agar tercipta perubahan paradigma yang menjamin masyarakat terbebas dari kekeraan seksual. RUU PKS pun akan mampu meningkatkan layanan terhadap para korban melalui prosedur hukum acara yang lebih baik. Mengingat hingga saat ini, penanganan terhadap korban belum memadai. Dari sekian ribu kasus kekerasan seksual, yang dilaporkan baru sekitar 10% dan yang masuk tahap persidangan hanya 5% saja. Pasalnya, terbatasanya pengaturan tentang kekerasan seksual dalam KUHP, menjadi penyebab utama 90% kasus kekerasan seksual tidak dapat diteruskan ke persidangan pengadilan. Sungguh amat disayangkan.
Selain itu, RUU PKS akan membantu korban untuk memperoleh akses aborsi aman sesuai prosedur medis yang berlaku, karena dalam RUU KUHP juga hanya membahas tuntutan terhadap pelaku aborsi bukan siapa pelaku yang menyuruh korban melakukannya. Pada kasus pemerkosaan, korban dipaksa, diancam atau bahkan dikelabuhi sehingga sebenarnya tidak menghendaki terjadinya kehamilan atau kehamilan yang tidak diinginkan. Maka korban berhak melanjutkan hidupnya dengan atau tidak melanjutkan kehamilannya.
Perlu diingat, keadilan ibarat mata pisau yang siap menghujam dan payung yang mampu melindungi siapapun yang berteduh dibawahnya, termasuk si pembuat kebijakan sendiri. Keberadaan RUU PKS niscaya, akan menjadi payung keadilan yang mampu menaungi kepentingan korban sekaligus menjawab rasa keadilan yang selama ini di dambakan rakyat. RUU ini akan mampu menjerat pelaku kekerasan seksual, meningkatkan fasilitas umum untuk menekan pelecehan di ruang publik, kemudahan akses hukum bagi korban, pemulihan dan memberikan angin segar untuk membangkitkan kembali semangat hidup bagi para korban dari kubangan diskriminasi serta memutus mata rantai kekerasan lainnya. Meletakkan kewajiban negara untuk melakukan penghapusan kekerasan seksual itu sendiri di Indonesia. Sehingga di masa depan, kasus kekerasan seksual yang merugikan perempuan maupun laki-laki tidak lagi terjadi di Indonesia
Jangan lagi membebani rakyat dengan menunda-nunda pembahasan peting berkaitan dengan jaminan masa depan setiap orang dari tindak pidanan kekerasan. Pembahasan pematangan godokan RUU Cipta Lapangan Kerja di tengah pandemi saja akan semakin membani masyarakat, terutama mereka para buruh, korban pelecehan, kekerasan seksual yang rentan di diskriminasi dalam lingkungan sosial maupun kerja. Kami sebagai rakyat sekaligus putra-puteri bangsa Indonesia, sangat memerlukan jaminan keamanan tersebut untuk melindungi kami dalam meneruskan tongkat estafet pembangunan bangsa yang lebih baik di masa depan. Oleh karena itu, dari alasan-alasan yang telah diurai apabila negara benar-benar ingin hadir dan serius melindungi rakyat, mengajak rakyat maju bersama dari belenggu ketertinggalan hingga jerat kekerasan berbasis gender maka Pengesahan Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual niscaya adanya untuk segera dilaksanakan.
#SalamHormatDariKamiYangKalianWakili. (Raundoh Tul Jannah)
Leave a Reply