Sebanyak tiga dari tujuh pasien positif COVID-19 di Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, meninggal dunia karena mengalami kondisi happy atau silent hypoxia.
Meski begitu, menurut Bupati Banyumas Achmad Husein, tiga pasien yang meninggal dunia tersebut tidak memiliki gejala umum COVID-19 yakni batuk, demam, dan diare.
Lantas, apa itu kondisi happy hypoxia? Dan mengapa kondisi ini sangat berbahaya terutama dalam pandemi Covid-19 seperti saat ini?
Dikutip dari Kompas.com, Agus Dwi Susanto, Ketua Umum Persatuan Dokter Paru Indonesia (PDPI) menjelaskan, secara umum suatu infeksi di jaringan paru disebut sebagai pneumonia. Pneumonia akan menyebabkan gangguan sirkulasi oksigen masuk ke dalam darah, yaitu gangguan disfungsi atau gangguan pada vaskuler (pembuluh darah). Hal ini membuat darah tidak mendapatkan oksigen.
“Akibatnya, itulah yang disebut sebagai kandungan oksigen dalam darah rendah atau disebut hipoksemia,” ujar Agus.
Apa itu Hipoksemia?
Hypoxemia atau hipoksemia adalah kondisi kurangnya kadar oksigen dalam darah, yang juga menyebabkan gangguan beserta keluhan pada organ tubuh lainnya. Sedangkan, silent hypoxemia adalah kurangnya kadar oksigen dalam darah, namun tidak diikuti gejala atau keluhan pada organ tubuh lain.
Normalnya, persentase saturasi oksigen pada orang sehat mencapai 95 persen.
“Di bawah milimeter normal (kadar oksigen dalam darah) itu kalau diukur saturasinya di bawah 94, kalau diukur kadar pO2 (tekanan oksigen) di bawah 80,” jelasnya.
Adapun kondisi hypoxemia ini dapat menyebabkan hypoxia atau kadar oksigen rendah di jaringan. Ini terjadi ketika darah tidak membawa cukup oksigen ke jaringan untuk memenuhi kebutuhan tubuh.
Hipoksia kemudian adalah kondisi hipoksemia yang terjadi terus menerus, yang membuat kadar oksigen rendah di dalam jaringan. Hipoksia dapat terjadi terus menerus yang mengakibatkan organ tubuh lama-kelamaan akan terganggu fungsinya. Terutama organ-organ penting tubuh seperti jantung, otak, dan ginjal.
“Kalau itu kekurangan oksigen, akibatnya bisa terjadi penggalan organ akibat kekurangan oksigen,” tuturnya.
Happy hypoxia dalam Covid-19
Pasien positif Corona memiliki gejala yang bervariasi, dari yang tidak bergejala, ringan, sedang sampai berat, dan kritis.
Pasien berkategori ringan, memiliki gejala batuk dan pilek. Kategori sedang umumnya memiliki gejala pneumonia atau radang paru. Kategori berat memiliki gejala pneumonia dan hipoxemia.
Sementara pasien Covid-19 yang kritis memiliki gejala oksigenasi yang terganggu berat sampai susah bernafas. “Jadi kalau sudah terjadi pneumonia, atau terjadi pneumonia dan hipoxemia sampai gagal napas, itu umum ya di dalam darahnya terjadi yang namanya hipoxemia,” tuturnya.
Menurut British Journal of Anaesthesia, disebutkan bahwa pasien dengan hipoksia ekstrem cenderung tenang, kooperatif, dan stabil secara hemodinamik (kekuatan yang harus dikembangkan jantung untuk mempertahankan aliran darah).
Tetapi, secara tiba-tiba akan terjadi dekompensasi pernapasan mendadak dan cepat. Bentuk dari dekompensasi pernapasan ini seperti sesak napas yang cukup parah.
Mendengar warganya meninggal karena kondisi ini, Bupati Banyumas, Achmad Husein lantas meminta masyarakat untuk lebih mawas diri terhadap kesehatan. Ia meminta pada masyarakat bila merasa sesak napas diharapkan bisa langsung ke rumah sakit untuk memeriksakan diri agar penyebaran COVID-19 tidak meluas.
Leave a Reply