Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Provinsi Jawa Tengah, Riena Retnaningrung menilai salah satu bentuk intoleransi disaat pandemi adalah dengan tidak mematuhi protokol kesehatan. Menurutnya, protokol kesehatan yang ditetapkan seperti pandemi saat ini diberlakukan untuk mencegah penyebaran virus corona. Ia pun mencontohkan beberapa perilaku yang menurutnya nampak sepele, namun memiliki pengaruh besar dalam penyebaran virus.
“Misalnya saat masyarakat menggunakan masker. Ketika bicara satu sama lain untuk komunikasi, gak perlu diturunin maskernya” ujar Riena.
Hal ini Riena sampaikan dalam kegiatan webinar yang diadakan oleh Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (Mafindo) Koordinator Wilayah Semarang Raya bekerjasama dengan Dinas Kominfo Jawa Tengah dan Duta Damai Dunia Maya BNPT Regional Jawa Tengah. Webinar yang bertajuk Intoleransi di Masa Pandemi Covid-19 ini dilakukan dengan menggunakan platform Zoom pada Selasa, (15/09/2020).
Menangkal Hoaks
Terkait dengan hoaks yang akhir-akhir ini berkembang di Jawa Tengah, menurut Riena terjadi karena dua faktor. Yakni Pilkada serentak serta Pandemi. Menurut Riena perlu kerjasama antar berbagai elemen dengan pemerintah agar hoaks bisa diredam.
Riena kemudian juga berpesan agar masyarakat Jawa Tengah bisa melaporkan temuan hoaks dengan menggunakan berbagai platform. Salah satunya adalah ke LaporGub.
“Ada berbagai cara untuk menggunakan LaporGub ini, bisa lewat Instagram, Whatsapp, hingga datang langsung kantornya langsung” tandas Riena.
Di sesi berikutnya, salah satu narasumber yakni Lintang Ratri Rahmiaji dari Divisi Penelitian dan Pengembangan Mafindo Korwil Semarang Raya, menyatakan bahwa hoaks terkait pandemi virus corona ini ternyata memiliki keterkaitan dengan intoleransi. Dalam paparannya yang dikutip dari database Mafindo, bahwa salah satu narasi hoaks yang menyebar guna menciptakan sentimen anti china di Indonesia.
Terkait penyebaran hoaks di media sosial, data dari Mafindo menyebutkan Facebook menjadi salah satu media yang masih banyak menyebarkan hoaks. Untuk aplikasi pesan instan, Whatsapp menjadi platform tertinggi yang jadi penyebaran hoaks.
Lintang juga menjelaskan bahwa ada dua kemampuan yang perlu masyarakat untuk mampu bertahan dari serbuan hoaks. Yakni Digital Literacy dan Digital Civility.
Dalam penjelasannya, Digital Literasi berarti kemampuan masyarakat dalam melek bermedia, serta mampu mengakses, menganalisis, lalu mengevaluasi dan membuat pesan. Sedangkan Digital Civility berarti bagaimana pengguna internet bisa saling menghormati sama sama lain. Singkatnya beretika di media sosial.
“Jadi sikap etika ini gak cuma di dunia nyata aja, di dunia maya juga perlu ada etikanya” tandas wanita yang juga Dosen Universitas Diponegoro ini.
Sementara itu, pembicara kedua dari Duta Damai Dunia Maya BNPT Regional Jawa Tengah, Raundoh Tul Jannah menjelaskan bagaimana menyikapi penyebaran berita hoaks. Yang pertama adalah dengan Tabayun atau melakukan crosscheck dengan mencari sumber berita yang lain. Yang kedua yakni dengan melaporkan ke pihak terkait jika memang informasi tersebut hoaks. Lulusan Unnes ini menyarankan agar dalam melaporkan hoaks dalam bentuk tangkapan layar atau screenshot.
Yang ketiga yakni untuk memperbanyak berbagai konten positif di dunia maya. Bisa berupa membuat konten tips, quote positif, hingga informasi menarik yang kredibel tentunya.
“Agar informasi negatif dapat ditekan dan tidak terlihat penyebarannya” tandas wanita yang akrab disapa Jannah ini.
Leave a Reply