Seni ukir macan kurung memiliki bentuk tiga dimensi. Seperti namanya seni ukir macan kurung memiliki macan yang berada dalam kurungan atau sangkar. Macan tersebut dirantai dan diberi pemberat berbentuk bola atau lingkaran. Sementara itu di atas kurungan terdapat burung garuda mencekam ular naga. Selain burung garuda, burung ini dapat diganti sesuai pesanan atau kreativitas perajin. Bisa berupa burung rajawali, garuda pancasila, atau phoenix. Seni ukir ini terbentuk dari kayu bulat utuh. Dalam pembuatannya seni ukir macan kurung tidak ada teknik tempel atau memotong kayunya demi memasukkan macan ke dalam kurungan.
Di era sekarang seni ukir macan kurung tidak terdengar segarang jaman dulu. Jaman yang dimaksud adalah ketika seni ukir ini menjadi komoditi ekspor ke luar negeri, khususnya ke Hidia Belanda. Sayangnya memang jaman kejayaannya sudah sangat sejauh itu. RA Kartini, sang pahlawan bangsa menjadi tokoh yang memperjuangkan auman seni ukir macan kurung khas Jepara ini.
Desa Belakang Gunung di daerah Jepara menjadi desa penghasil seni ukir macan kurung. Singowiryo menjadi tokoh penting dalam seni ukir ini. Terutama ketika ia bekerja sama dengan RA Kartini. Mancan kurung sendiri sudah mejadi komoditi seni ukir sejak ayahnya masih menjadi perajin, Asmo Sawiran.
Sudah sejak dahulu kala, Jepara menjadi sentra seni ukir. Pada era kolonial, banyak perajin yang kurang sejahtera. Hal ini dikarenakan permainan pasar yang dilakukan oleh pedagang Cina dan Eropa. Kenyataan ini menjadi perhatian RA Kartini. Ia bersama adiknya, Kardinah dan Rukmini mengirim seni ukir macan kurung dan karya seni masyarakat Jepara lainnya ke Belanda. Tepatnya untuk dipamerkan dalam pameran nasional di Den Haag tahun 1898. Karya seni itu kemudian mendapatkan sambutan baik di Belanda. Hingga mendapatkan pula perhatian Ratu Belanda kala itu. Penjualan dan nilai ekspor meningkat. Macan kurung menjadi ikon di Jepara.
Kesuksesan ini hanya berlangsung tiga turunan. Setelah Singowiryo macan kurung diteruskan oleh anaknya, Sunadi. Namun, Sunardi mengalami cidera kaki sehingga menghambatnya untuk membuat seni ukir ini. Seni ukir macan kurung memang tidak sembarang. Membuatnya memerlukan teknik yang rumit. Selain itu waktu yang dibutuhkan kurang lebih dua bulan.
Seni ukir macan kurung bukan tidak lagi diproduksi, namun pengerajin lebih memilih menjadi perajin mebel yang memerlukan waktu lebih sedikit dan permintaan masyarakat yang tinggi dan stabil. Bila ada permintaan dengan harga yang cocok perajin bersedia mengerjakannya.
Pesona macan kurung, tak akan pernah pudar. Apalagi macan kurung yang diciptakan di era kolonial, menjadi simbol penindasan di era itu. Macan yang di kurung dalam seni ukir macan kurung memiliki makna bahwa sikap anti kolonialisme harus tertanam dalam diri rakyat Indonesia. Selain itu juga memiliki arti bahwa sebagai manusia Jawa harus tetap memiliki budaya dan hati Jawa walau ditengah masuknya budaya barat.
Leave a Reply