Dalam sistem demokrasi, kebebasan Pers masuk sebagai salah satu tolok ukur penting dalam menakar sejauh mana partisipasi publik dalam memperoleh informasi dan memberikan umpan balik kepada pemerintah sebagai pemegang mandat pembangunan. Melihat hal ini artinya pers memiliki fungsi yang vital dalam menentukan dan menjaga relasi kemanusiaan yang tercipta di banyak tempat.
Keberpihakan frame yang dibentuk oleh pemberitaan yang disampaikan para “kuli tinta”, menentukan nasib banyak orang. Sebab Pers sendiri tidak berada di ruang vakum. Sehingga, bukanlah hal yang berlebihan bila kemudian kita menempatkan dan mulai memikirkan secara serius mengenai pelibatan serta peran para insan pers yang ada dalam mengawal dan menjaga keutuhan dan keberagaman bangsa ini.
Disadari atau pun tidak, peranan para awak pers sangat berpengaruh terhadap stabilitas dan kondisi yang ada. Kita bisa melihatnya dalam upaya pertarungan keras dan terus menerus yang dilakukan para insan pers bersama para aktivis ketika ingin meraih kebebasan dari kungkungan rezim orde baru yang telah berkuasa sangat lama. Karena upaya yang mereka lakukan bersama tersebut, akhirnya kita semua bisa menikmati atmosfir kebebasan yang baru untuk dapat bersuara maupun mendapatkan informasi.
Selain itu, karena upaya yang luar biasa pula dari para awak media tersebut, kita bisa terus memperbaharui informasi kita mengenai perpolitikan, sosial dan ekonomi yang ada. Yang tentunya hal tersebut cukup mustahil diperoleh ketika rezim orde baru masih berkuasa.
Media sebagai Makelar
Melihat kenyataan tersebut nampaknya sulit kita mengingkari apa yang diteorikan oleh Sandra Ball Rokeach dan Malvin L Defleur mengenai struktur masyarkat dalam kaitannya dengan komunikasi massa. Dalam pemaparan mereka berdua, didapati bahwa masyarakat modern dalam melihat kondisi dan menentukan sebuah orientasi sangat bergantung pada informasi yang disajikan melalui media.
Pers atau Media massa seringkali memperoleh anggapan sebagai sebuah pancaran cahaya Matahari yang dapat menyingkap tabir gelap ketidak-tahuan akan sebuah persoalan. Selain itu, tidak sedikit pula yang menganggap bahwa apa yang dikabarkan para awak pers merupakan sebuah tuntunan kebenaran atas sebuah persoalan yang ada di tengah masyarakat. Bila sudah demikian, apa pun yang dinarasikan dalam sebuah informasi dalam media massa akan berpotensi besar mengarahkan dan mengatur cara pandang dan kehidupan masyarakat tersebut. Sebenarnya ini sebuah keuntungan bila kita dapat mengoptimalkannya untuk pembangunan masyarakat.
Persoalannya adalah keberadaan sebuah media jurnalistik tidak dapat dilepaskan dari latar belakang yang membuatnya berdiri dan/atau yang menjadikannya tetap hidup. Bila sudah demikian artinya kita mulai berbicara masuk pada aspek yang memiliki kecenderungan pragmatis yang kuat. Memang, beberapa media masih memiliki idealisme tertentu yang tetap diperjuangkan hingga kini, namun beberapa diantaranya semakin bersifat sektarian dan tidak melihat ke-Indonesian sebagai bingkai utamanya. Beberapa diantara awak media dan medianya sendiri sudah ada yang mulai genit melihat pesona politik praktis sebagai pasar yang menguntungkan.
Selain itu ada pula beberapa media lainnya yang melihat celah politik identitas (seperti agama) sebagai narasi yang renyah untuk diperdagangkan kepada publik melalui berita. Tak tanggung-tanggung untuk membuatnya memiliki daya tarik, narasi yang tersaji pun bisa berubah 180 derajat dari kondisi nyata di lapangan. Tujuannya untuk turut serta mendukung pihak-pihak yang dianggap mereka menguntungkan. Di sini, Cherian George melihat awak media dan media yang menjadi sarananya telah menjadi makelar untuk dapat memperoleh keuntungan (George, 2016).
Pers sebagai Penjaga Pilar Keberagaman
Tentunya selalu duduk pada posisi persoalan bukanlah hal yang kita harapkan untuk bangsa ini. Kita mengharapkan media dan insan pers yang memang punya nawaitu untuk mengawal keberagaman dan menjaga keberagaman yang kita miliki hari ini. Mengawalnya, bukan melulu memberitakan yang baik dan abai dengan kondisi yang benar-benar terjadi.
Justru, yang kita harapkan para insan pers dan media dapat mulai menyuarakan kritik yang membangun dengan berorientasi pada substansi dan bukan kemasan. Kritik yang membangun keberagaman dan bukan keseragaman. Kritik yang terus membangun agama dan kemanusiaan dan bukan berlindung di balik tameng agama untuk memberangus kemanusiaan.
Yang kita perlukan hari ini adalah media dan insan pers yang dapat menjadi penjaga dan benteng untuk mengkampanyekan menjaga keberagaman. Dalam rezim kata-kata hari ini, peran vital yang dimiliki oleh pers dapat menjadi motor penggerak agar kita bisa maju bersama dan tidak melulu berbicara mengenai gesekan sara setiap harinya.
Keberadaan pers yang bertanggung jawab sangat memungkinkan lahirnya kontestasi pengetahuan yang memungkinkan pencerdasan masyarakat Indonesia. Keberpihakan pers untuk menjadi penjaga pilar keberagaman akan membuat bangsa yang kita cintai ini jauh dari konflik kemanusiaan.
Sumber : Jalandamai.net https://jalandamai.net/pers-makelar-dan-keberagaman.html