Pembuatan motif seperti melati, unthuk banyu, kompol, wiru dan langitan mulai terlihat di Tajuk seputaran area Makam Sunan Kudus. Menandakan prosesi buka luwur Kanjeng Sunan Kudus yang dilaksanakan setiap tanggal 10 Muharram.
Namun, tradisi ini perlahan mulai menghilang ditelan waktu dan perubahan global. Peninggalan nenek moyang yang memiliki kultur adiluhung, semakin dilupakan oleh anak-anak bangsa. Kaum milenial yang disibukkan dengan handphone menjadi salah satu sebabnya. Padahal, tradisi tersebut merupakan bagian penting dari budaya Kota Kudus. Dimana ini diturunkan dari generasi ke generasi untuk menghornati Sunan Kudus sebagai leluhur yang dihormati.
Pendidikan inklusif sangat penting untuk ditanamkan kepada generasi muda. Dengan meneladani tradisi dan menerapkan nilai-nilai karakter dalam prosesi tradisi buka luwur Kanjeng Sunan Kudus. Tujuannya, agar generasi muda menjadi generasi ramah, mau menghargai perbedaan dan tidak terjerumus dalam tindakan intoleran. Menghasilkan generasi yang melestarikan tradisi lokal tanpa menghilangkan nilai atau makna yang terkandung dalam tradisi itu sendiri.
Dalam tradisi buka luwur Kanjeng Sunan Kudus sendiri, terdapat beberapa rangkaian acara yang banyak sekali makna dan nilai didalamnya. Pertama makna berbagi, yaitu dalam kegiatan pembagian sego jangkrik atau nasi jangkrik. Nasi jangkrik adalah nasi yang dibungkus dengan daun jati dan diikat dengan anayaman jerami. Nasi yang didalamnya terdapat salah satu dari makanan kesukaan Sunan Kudus, yaitu daging kerbau atau daging kambing yang dimasak dengan bumbu uyah asem dan bumbu jangkrik goreng.
Tak hanya nasi jangkrik, pembagian bubur Asyurapun mencerminkan hal yang sama. Konon, bubur ini adalah kumpulan sisa makanan yang terdapat pada kapal Nabi Nuh as. setelah selamat dari musibah banjir bandang yang menimpa kaumnya. Bubur Asyura dan nasi jangkrik dibagikan kepada penduduk sekitar Masjid Al-Aqsha Kudus, yakni desa Kauman, Kerjasan dan Damaran.
Kedua, makna menjaga. Pentingnya menjaga budaya dan tradisi lokal yang mulai dilupakan oleh generasi muda. Peter L Berger pernah mengatakan bahwa, pembangunan sebuah bangsa yang mengabaikan kearifan tradisi masyarakat lokal akan menimbulkan masalah, karena kurang mempertimbangkan dimensi sosial budaya yang menjadi bingkai laku hidup masyarakat setempat.
Menjaga budaya dan tradisi dicerminkan dengan tradisi penjamasan pusaka dikegiatan buka luwur Kanjeng Sunan Kudus. Penjamasan pusaka adalah kegiatan mencuci pusaka peninggalan Sunan Kudus, yakni keris Kyai Chintaka yang sekarang masih disimpan dan dirawat dengan baik oleh pengurus YM3SK. Selain untuk merawat dan menjaga keriss Kyai Chintaka tetap bagus, maksut dari penjamasan pusaka juga untuk mendapatkan keselamatan, perlindungan dan ketentraman.
Pada kegiatan terbang papat juga mencerminkan pentingnya menjaga tradisi dan budaya. Terbang papat adalah kesenian khas Kota Kudus. Terbang papat terdiri dari 4 terbang yang meliputi Kemplong, Telon, Salahan dan Lajer ditambah satu buah jidor dan diiringi lantunan qasidah al-Barzanji.
Qomaruzzaman, Faiz William. Nilai-nilai Pembentukan Karakter Inklusif dalam Tradisi Buka Luwur Kanjeng Sunan Kudus. MA NU Tasywiquth Thullab Salafiyah (TBS) Kudus (2019)
Jiwandhana, Anggara. Buka Luwur Sunan Sunan Kudus: Luwur Baru Mulai Dibuat, Pawon Mulai Didirikan. https://www.murianews.com/2021/08/16/233874/buka-luwur-sunan-kudus-luwur-baru-mulai-dibuat-pawon-mulai-didirikan diakses pada tanggal 13 Juni 2023
Leave a Reply