Indonesia adalah untuk mereka yang ingin hidup tanpa adanya diskriminasi, (Kusman, Kompas 19 mei 2019). Hal ini merupakan sesuatu yang dicita-citakan oleh bapak pendiri bangs ini, yang mana telah digaungkan oleh tiga serangkai yang beranggotakan antara lain ialah eduard douwes Dekker, dr. Tjipto Mangoenkoesomo dan Ki Hajar Dewantara Penulis menyadari betul tentang asik dan gembiranya ketika kita dapat berdamai dengan keanekaragaman yang ada, semua tidak lain dan tidak bukan berawal dari asuhan keluarga dan lingkungan yang mendukung tentunya. Penulis terlahir dari orang biasa, tanpa pangkat dan derajat yang berarti. Akan tetapi kedua orang tua saya selalu menganjurkan dan menekankan untuk hidup secara damai. Bagaimana mungkin tidak, saya sebagai anak terakhir setiap hari dihadapkan dengan tiga kakak laki-laki dan 4 kakak perempuan, dan sudah barang tentu antara kakak satu dengan yang lain memiliki sikap ataupun kepribadian yang berbeda-beda. Ada yang penyabar, pendiam, ceriwis, atau bahkan pemarah sekalipun. Tentu dalam hal ini tidak dapat saya sebutkan siapa saja orangnya apalagi menyebutkan sosok saudara yang suka marah-marah heheheheh. 😉
Para pembaca yang Budiman artinya sedari kecil keanekaragaman sangat dekat dengan kehidupan saya. Walaupun keanekaragaman tersebut hanya pada batas keluarga. Tapi yang menjadi poin penting kali ini adalah tentang keluarga itu sendiri, keluarga yang suka memaki dimanapun dia berada sikap mencaci maki akan selalu hadir dalam pribadinya, begitupun dengan keluarga yang selalu mengedepankan rasa sopan santun entah dimana badannya berdiri rasa sopan santun itu akan selalu terpancar dari dalam dirinya dan saya rasa begitupun dengan rasa toleransi itu sendiri. Keluarga menjadi tempat yang paling sentris dalam membentuk sikap seseorang. Jadi dalam membangun perdamaikan dalam ruang lingkup keluarga tentu selalu ada kerja sama atau sinergitas antar pihak yaitu baik dari anak dan orang tua ataupun antara anak satu dengan anak yang lain.
Semua ini tidak dapat dilepaskan dari yang namanya kebermaknaan, sebab Semakin dewasa diri ini dengan seiring berjalannya waktu yang kian hari kian menambah angka-angka usia kita, seakan menyadarkan dan mengajarkan kita untuk selalu menjadi pribadi yang berarti bagi orang lain. Mungkin dalam konteks kali ini saya akan memberikan sedikit pengalaman sekaligus menggiring para pembaca agar diri kita mampu berarti bagi orang lain melalui rasa toleransi, tenggang rasa ataupun kesadaran terhadap berbagai macam perbedaan itu sendiri. Pasalnya hal ini sangat penting untuk kemudian kita pahami dan resapi bersama. Bicara tentang keanekaragaman sebenarnya tidak melulu membahas akan kayanya bangsa Indonesia yaitu terkait bahasa, budaya, entitas, ras atau bahkan kearifan lokal disetiap daerahnya.
Membangun Lingkungan yang Sehat
Mari kita lihat teman dan sanak saudara disekeliling kita, apakah mereka sudah menghargai terhadap perbedaan yang ada, mulai dari gelar, pangkat, derajat atau barangkali status sosialnya. Misalkan, Jika kalian sekarang dianugrahi gelar mahasiswa apakah kalian tega jika membicarakan peran kemahasiswaan kalian kepada sanak saudara yang tidak mampu mengenyam pendidikan di perkuliahan, atau bahkan mungkin seorang pekerja yang sudah berpenghasilan berjuta-juta lantas menceritakan hal tersebut kepada sanak saudara yang sedang berjuang mati-matian untuk menempuh pendidikan . Baik, untuk sebagian orang mungkin itu menyakitkan tapi lebih sakit lagi jika hal tersebut selalu terjadi dan terjadi lagi setiap detiknya. Namun demikian, seperti yang telah diungkapkan oleh Latif (2011) bahwasanya mengupayakan persatuan antar warga negara seperti Indonesia yang sangat beragam sikap, agama, bahasa, dan kepribadian bukankan hal yang mudah. Kendati demikian proses pembentukan dan penguatan dalam mendewasakan warga negara kearah yang lebih baik dan bijak merupakan tugas kita bersama untuk membina dan menumbuhkannya (Latif, 2011: 370-370). Negara Indonesia yang dikenal sebagai kumpulan persatuan pulau-pulau dan beragam etnis yang ada didalamnya merupakan sebuah acuan dalam ekspresi dan pendorong dalam bergotong royong dalam menuntaskan bentuk diskriminasi dengan mengembangkan pola Pendidikan kewarganegaraan yang baik dan berorientasi kepada keadilan dan kebersamaan tanpa adanya kesenjangan sosial antara warga negara satu dengan yang lainnya.
Seperti yang sudah penulis jelaskan di awal bahwasanya menyadari kebhinekaan dan keberagaman tak hanya dalam kontek ras ataupun budaya. Peran, gelar, atau mungkin status sosial yang telah terpatri didalam diri ini pun perlu kita pahami betul, ketika sedang bersosialisasi dengan orang lain sekalipun itu saudara kita sendiri. Sebab menghormati dan menyadari kebhinekaan sama halnya menumbuhkan rasa memiliki dan muaranya adalah memanusiakan manusia itu sendiri, yang mana setiap tindakan, ucapan, ataupun bahkan perlakuan mesti kita pikirkan dengan matang agar orang lain nyaman dan tentu terbebas dari yang namanya nyesek (sakit hati) sebab kecongkaan kita terhadap orang atau suku lain.
Walau bagaimanapun kita akan terkonsentrasi dan terbangun dari lingkungan kita sendiri, agak muluk-muluk rasanya ketika penulis membahas tentang isu-isu intoleran di negeri ini tapi abai terhadap lingkungannya sendiri. Padahal dari lingkungan sendirilah kita dapat terbangun untuk menjadi pribadi yang mampu diandalkan, Bahkan Adrian Vicker pernah mengungkapkan bahwasanya dibalik masyarakat yang kaya akan keanekaragaman dan mampu berdamai dengan baik itu bersemayam suatu peradaban dinamis yang aktif menguarakan gerakan heterogenitas (Vickers, 2009; 1) maka asumsi saya sebagai orang awam adalah mungkin saja jika terjadi aksi intoleran di suatu tempat dapat dipastikan di lingkungan tersebut terdapat kepasifan terhadap nilai-nilai kebhinekaan, baik masyarakat atau bahkan para pemimpimpinnya.
Akhir Kata
Kita sama-sama tau, ketika suatu kejahatan (intoleran) tersusun dengan rapi dan terstruktur, maka akan dengan mudahnya mengalahkan suatu (toleransi) kebajikan. Maka penting kiranya kita menyadari atas segala perbedaan yang ada untuk dijadikan bahan acuan dalam mengembangkan sikap toleransi. Oleh karena itu diperlukan suatu stimulus untuk mendamaikan dan mengharmoniskannya (Syahrazad, Kompas 6 april 2017). Dan menurut hemat penulis jika saja kita menjadi salah satu pionir dalam suatu masyarakat atau lingkungan yang mampu menjadi lentera dari orang-orang yang intoleran saya yakin dalam lingkungan tersebut lambat laun akan sadar dengan sendirinya bahwa betapa pentingnya menjaga rasa persatuan dan kebhinekaan itu sendiri. Semoga kita selalu dianugrahi sikap yang toleran mampu menghargai setiap perbedaan disekeliling kita. Dan jika ini terjadi saya sebagai penulis mengamini bahwa muaranya akan sampai kepada persatuan dan keharmonisan dalam ruang lingkup ke-Indonesian. Penghormatan terhadap perbedaan atau kebhinekaan adalah energi kehidupan bagi keluarga, lingkungan, bahkan bangsa yang kita singgahi ini. Salam berjuta perdamaian dari salah satu anggota Duta Damai Jawa Tengah. Hatur Nuwun
Leave a Reply