free page hit counter
Keluarga Cemara Versus Keluarga Disfungsional

Manusia lahir di dunia tidak bisa memilih di keluarga mana ia dibesarkan. Semua ketentuan ada pada Sang Maha Pencipta. Ada yang beruntung mendapatkan keluarga yang baik tapi ada juga yang kurang beruntung. Bahkan ada juga yang tidak punya keluarga. Tapi bagaimanapun hidup terus berjalan dan harus dipertanggungjawabkan.

Keluarga adem ayem populer dengan sebutan keluarga cemara. Lalu keluarga dengan yang tidak adem ayem memiliki istilah imliah yaitu keluarga disfungsional. Pertama mari kita bahas terlebih dahulu mengenai pengertian keluarga cemara. Istilah ini muncul setelah adanya sinetron keluarga cemara yang tayang pada tahun 1996. Sinetron keluarga Cemara diadaptasi menjadi film pada tahun 2018.

Garis besar dari sinetron keluarga cemara adalah ketika sebuah keluarga dilanda kebangkrutan sehingga harus pindah ke desa. Keluarga ini terdiri dari emak, Abah, Euis, Cemara, dan Agil. Abah melanjutkan hidup dengan menjadi tukang becak dan emak berjualan kerupuk. Dalam sinetron ini memiliki original soundtrack “Harta berharga” yang juga menjadi amanat dalam sinetron yaitu harta yang paling berharga adalah keluarga.

Makna dari keluarga cemara sendiri dapat dikatakan bahwa sebuah keluarga yang selalu hijau sepanjang tahun seperti pohon cemara. Selalu hijau alias selalu tumbuh daunnya, selalu rimbun dan dapat menjadi pengayom dan peneduh. Keluarga cemara memiliki atribusi untuk selalu memberikan kasih sayang, dukungan, melindungi, dan menghargai setiap anggota keluarga.

Kemudian selanjutnya keluarga disfungsional. Kata disfungsional sendiri memiliki arti tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Keluarga disfungsional berarti sebuah keluarga tidak berfungsi sebagaimana seharusnya. Keluarga ini rentan terjadi konflik, perselisihan, ancaman, bahkan pelecehan atau kekerasan.

Dalam tubuh kembang anak, keluarga menjadi tempat pertama ia melihat dunia ini. Persepsi akan dunia terbentuk sesuai dengan apa yang ia lihat di keluarga. Bisa jadi ada kekuatan atau bahkan trauma. Anak-anak yang memasuki usia dewasa, wajar mengalami gejolak dalam diri. Seperti pencarian jati diri yang mau atau tidak mau akan ia hadapi sendiri. Anak-anak akan ada masanya menjalani kehidupan seorang diri.

Pada anak dengan keluarga cemara, ia mungkin akan tidak siap menghadapi dunia luar yang keras. Seperti bertemu orang dengan tabiat manipulatif, kecurangan, atau situasi yang tidak menguntungkan. Karena di keluarganya hanya ada kebaikan dan kasih sayang. Bisa jadi memang ujiannya baru ada di luar keluarganya. Ini adalah proses yang harus ia hadapi agar menjadi manusia yang lebih tangguh. Meskipun telah jatuh atau merasa dikhianati oleh dunia, anak-anak dari keluarga cemara cenderung tau bahwa ia memiliki tempat untuk bernaung. Ia juga memiliki tempat dimana ia merasa akan selalu diterima dan dimengerti. Ujungnya anak ini akan tau titik dimana ia harus bangkit.

Sementara untuk anak yang besar di keluarga disfungsional, ia akan lebih memiliki pengalaman dalam mempertahankan diri. Tapi sebelum sampai ke tahap itu, anak-anak ini akan mengalami kesulitan. Seperti misalnya ia kesulitan menata emosi, membina hubungan, kepekaan yang berlebihan, hingga harus berdamai dengan trauma. Namun, tentu ada beberapa hal yang bisa dilakukan jika berada di keluarga disfungsional. Misalnya dengan sadar betul bahwa manusia tidak bisa berharap untuk merubah seseorang, termasuk anggota keluarga sendiri. Yang kedua tidak terlalu larut dalam masa lalu yang tidak bisa diubah itu. Fokus pada apa yang harus dilakukan di depan mata. Kemudian yang paling penting memiliki kesadaran untuk menghentikan keluarga disfungsional hanya pada dirinya saja. Maksudnya tidak akan berlaku sama pada anak atau keluarganya di masa depan.

 

Tulisan: Nila Lutfiatul Fadilah

Design: @yusriyya.malik

Leave a Reply

Your email address will not be published.